Suara.com - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan atau Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan ada hal yang membuat pemerintah tidak mudah dalam melaksanakan kebijakan penanganan Covid-19. Yakni soal perbedaan pandangan dari berbagai elemen masyarakat terkait virus corona tersebut.
Mahfud mencontohkan dengan beragam pandangan dokter yang berbeda-beda soal kebijakan pemerintah yang mesti diambil ketika kasus Covid-19 di Indonesia melonjak. Ada dokter yang meminta pemerintah untuk melakukan lockdown, namun ada pula dokter yang menyarankan tidak perlu melakukannya.
"Misalnya kalau berita hari ini seorang dokter dari IDI mengatakan kalau negara ini mau selamat jangan terlambat, segera lockdown. Tapi ada dokter lain namanya dokter Fadilah mengatakan jangan lockdown," kata Mahfud saat memberikan sambutan dalam acara BPK secara virtual, Selasa (29/6/2021).
"Sesama dokter berbeda, yang cocok di Indonesia tidak lockdown. Ini kan bagi pemerintah juga jadi masalah," sambungnya.
Baca Juga: Curhat Batal jadi Wali Nikah Keponakan, Mahfud MD: Biar Keluarga di Madura yang Putuskan
Bukan hanya di lingkungan dokter, tetapi juga berlaku di kalangan ahli agama. Sepengetahuan Mahfud, ada ahli agama yang mengikuti paham jabariyah di mana mempercayai usaha manusia ketika menginginkan kesembuhan.
Akan tetapi ada pula ahli agama yang memilih paham qodariyah, yakni meyakini kalau usaha apapun yang dilakukan kalau sudah takdirnya maka tetap akan kena penyakit.
"Saudara antara aliran jabariyah dan qodariyah ini masih tumbuh di tengah masyarakat dan pemerintah tetap harus mengambil keputusan," ujarnya.
Perbedaan pandangan juga berlaku di kalangan sosiolog. Beragam pendapat disampaikan sosiolog saat menanggapi kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk menekan penyebaran Covid-19.
Bahkan kata Mahfud, ada seorang profesor yang mengatakan kalau Covid-19 itu tidak pernah ada. "Bahkan ada seorang profesor mengatakan Covid-19 itu tidak ada, itu profesor, baru kali ini," tuturnya.
Baca Juga: Diam-Diam Pemerintah Teken SKB Pedoman Implementasi UU ITE
Beragam kontroversi itu menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan. "Kebijakan sudah diambil dan itulah perlunya kita punya pemerintah. Jadi pemerintah tetap ambil keputusan," katanya.