Suara.com - Beberapa epidemiolog mengusulkan pemberian vaksin dosis ketiga bagi para tenaga kesehatan di tengah meningkatnya jumlah kematian kolega mereka akibat Covid-19 dan tingginya peningkatan kasus positif di Indonesia.
Pemberian dosis ketiga ini disebut sebagai pendorong untuk meningkatkan atau menjaga efikasi vaksin Sinovac dan juga melindungi tenaga kesehatan dari serangan varian virus baru, seperti Delta yang dilaporkan lebih menular.
Hal tersebut diungkapkan epidemiolog dari Universitas Indonesia Tri Yunis Miko dan Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman.
Tenaga kesehatan telah menerima vaksin Sinovac yang memiliki efikasi 65,3% berdasarkan data BPOM yang dimulai sejak Januari awal tahun ini.
Baca Juga: PNS Pemkot Tangerang Disuruh Kerja Bantu Nakes COVID-19 di Rumah Isolasi hingga Peskesmas
Tapi, epidemiologi dari Universitas Airlangga, Surabaya, Windhu Purnomo, menilai perlu dilakukan penelitian lebih dahulu untuk melihat sumber virus yang menyerang nakes.
Jika berasal dari varian baru, seperti Delta, maka tidak akan ada gunanya jika dilakukan vaksinasi dosis ketiga.
Baca juga:
- Vaksin Sinovac akhirnya disetujui WHO, mengapa lebih cocok untuk negara-negara berkembang?
- Apa perbedaan vaksin China, Sinovac dan Sinopharm serta merek lain?
- Uji klinis vaksin Anhui: Apa bedanya dengan Sinovac?
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, menyebut terkait wacana pemberian dosis ketiga, belum ada publikasi ilmiah dan rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia dan pemerintah kini tengah melakukan studi mengenai kapan menurunnya efikasi vaksin Sinovac.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Tim Mitigasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) diketahui 949 tenaga kesehatan meninggal karena Covid-19.
Baca Juga: 620 Nakes di Kota Malang Terpapar Covid-19 Selama Pandemi
Dari jumlah tersebut, terdapat 20 dokter dan 10 perawat yang meninggal walaupun telah menerima vaksin Sinovac - berdasarkan data Tim Mitigasi IDI dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).
Dorongan untuk vaksinasi dosis ketiga, mengapa?
Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko, mengatakan pemberian vaksin ketiga perlu dilakukan, salah satunya, adalah karena efikasi vaksin Sinovac yang rendah.
"Efikasi Sinovac itu kecil 65,3% dibanding vaksin lain yang di atas 70%. Efikasi itu terus akan menurun dan melemah seiring waktu, apalagi ini sekarang sudah enam bulan [sejak pemberian vaksin pertama bagi nakes pada Januari]," kata Yunis saat dihubungi, Senin (28/06).
Untuk itu, tambah Yunis, tenaga kesehatan perlu mendapatkan imunisasi kembali, yaitu pemberian dosis ketiga.
Sehingga, mendorong antibodi dalam tubuh mereka tetap kuat atau bahkan meningkat.
"Tidak ada masalah [bagi kesehatan jika divaksin ketiga], malah antibodinya akan meningkat dan lebih melindungi tenaga kesehatan," kata Yunis.
Senada dengan itu, pemberian dosis ketiga diperlukan, menurut epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman, karena munculnya varian virus corona yaitu Delta bahkan Delta Plus, yang lebih menular dan berbahaya.
"Pemberian vaksin ketiga, booster ini penting sekali untuk tenaga kesehatan, kalau memungkinkan lansia juga komorbid karena masalah varian baru ini, untuk meningkatkan proteksi," kata Dicky.
Dicky mengatakan, usulan ini muncul, juga karena belum adanya data yang memadai tengan efektivitas vaksin yang ada dalam melawan varian baru.
"Booster ini sangat diperlukan untuk memperkuat respons antibodi terhadap varian baru, terutama Delta dan mungkin Delta plus. Selain meningkatkan imunitas dan juga meningkatkan efikasinya dari ancaman varian baru," kata Dicky.
Epidemiologi dari Universitas Airlangga Windhu Purnomo mendukung pemberian vaksin dosis ketiga, namun terdapat dua hal yang perlu diperhatikan.
"Pertama persoalan stok vaksin yang terbatas, karena targetnya adalah menciptakan kekebalan kelompok, jadi apakah efektif memvaksin mereka yang sudah dapat atau memberikan ke mereka yang belum vaksin?" kata Windhu.
Kedua, apakah vaksin Sinovac efektif dalam menangkal varian baru, sehingga perlu dilakukan penelitian terlebih dahulu.
"Seperti contoh di Bangkalan, Madura, ada lima nakes yang meninggal, mereka sudah dapat dua dosis vaksin. Saya curiga ini karena varian baru, contoh mungkin varian Delta dari India yang memiliki daya tular tinggi dan kemampuan menghindari antibodi," kata Windhu.
"Nah kalau divaksin dosis ketiga, keempat, tidak ada gunanya jika variannya berbeda dengan vaksin ini [Sinovac] yang varian Wuhan. Sehingga perlu diriset dulu dengan pengurutan keseluruhan genom (whole genome sequencing), varian apa sebenarnya," tambah Windhu.
Tiga kemungkinan meninggal setelah divaksin
Dokter spesialis paru-paru dari Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta, Faisal Yunus mengatakan terdapat tiga kemungkinan mengapa tenaga kesehatan yang telah mendapatkan vaksin namun tetap meninggal akibat Covid-19.
Kemungkinan pertama, nakes tersebut terkena virus sebelum atau saat proses vaksinasi sehingga vaksin belum membentuk antibodi.
"Vaksin pertama itu belum punya daya tahan antibodi. Itu baru mengkondisikan atau mempersiapkan antibodi. Vaksin kedua baru mulai memproduksi antibodi dan hasil maksimal itu setelah satu bulan," kata Faisal.
Kedua, adalah pengaruh varian baru di mana vaksin dibuat untuk melawan varian lama sehingga ada kemungkinan vaksin tidak berfungsi dengan baik.
Faktor ketiga adalah karena vaksin yang digunakan tidak efektif dalam melawan virus corona, terutama varian baru.
Belum ada rekomendasi WHO
Saat dikonfirmasi, Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, saran vaksinasi dosis ketiga belum ada publikasi ilmiah dan rekomedasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Dan, saat ini tim peneliti dari Unpad (Universitas Padjajaran) yang melakukan uji klinis tahap tiga sedang melakukan pemantauan titer antibodi pascapenyuntikan dua dosis lengkah vaksin Sinovac. Nanti ini tentunya memberikan masukan bagi kami apakah perlu penambahan kembali booster suntikan ketiga atau perlu memang pengulangan dari awal," kata Nadia.
Nadia menambahkan, terkait dengan meningkatnya penularan Covid di tenaga kesehatan disebabkan beberapa faktor.
Di antaranya, kasus Covid yang meningkat signifikan sehingga membuat para nakes bekerja keras dan menimbulkan kelelahan sehingga rentan tertular.
"Faktor lelah, faktor keterpaparan yang besar ini menjadi faktor penularan tetapi 90% yang tertular tidak ada gejala dan gejalanya ringan. Sangat kecil yang gejala berat dan umumnya disebabkan karena adanya komorbid," ujar Nadia.
"Kita sudah melihat banyak nakes yang terinfeksi, tapi dengan adanya vaksin maka memberikan perlindungan sehingga dampak berat atau kematian bisa ditekan seminimal mungkin," katanya.
Efektivitas Sinovac dipertanyakan setelah lebih dari 300 tenaga kesehatan di Kudus, Jawa Tengah terinfeksi virus corona.
Dari jumlah tersebut, data hingga 12 Juni 2021, 277 tenaga kesehatan dalam perawatan isolasi mandiri, dan 193 lainnya sudah dinyatakan sembuh.
'Antibodi saya tidak meningkat'
Seorang dokter spesialis paru-paru di Jakarta, yang tidak bersedia disebutkan namanya, menceritakan, bahwa vaksin Sinovac yang diterimanya bulan lalu tidak berdampak pada peningkatan antibodi dalam tubuhnya.
"Saya sudah divaksin Sinovac dua kali bulan lalu. Antibodi saya reaktif dengan hasil 1.61 u/ml. Tidak berdampak apa-apa. Vaksin ini tidak membentuk antibodi dalam tubuh saya," katanya kepada BBC News Indonesia.
- Sepenting apakah kehalalan bagi program vaksinasi Covid-19?
- Pejabat China akui kemanjuran vaksin buatan lokal rendah, lalu tarik kembali pernyataannya
Ia mengatakan, hasil reaktif kemungkinan disebabkan dua hal, satu karena dibentuk oleh antibodi saat ia terpapar Covid beberapa waktu lalu atau efek kecil dari vaksin.
"Tapi antibodi itu seperti tidak ada karena kecil sekali. Teman saya hasilnya ada yang 200 dan saya hanya 1.61," katanya.
Hasil tersebut ia dapat setelah melakukan uji imuno serologi anti SARS-CoV-2 Kuantitatif di laboratorium beberapa waktu lalu. Menurutnya, nilai batas konsenterasi untuk plasma konvalesen adalah 132u/ml.
Hingga kini, ia masih terus berpraktik dan bekerja melayani pasien Covid-19 dan penyakit paru-paru lainnya.
Bertambahnya tenaga kesehatan yang meninggal
Berdasarkan data Tim Mitigasi IDI -- laporan dari organisasi profesi kedokteran -- terdapat 949 tenaga kesehatan yang wafat akibat Covid-19 selama pandemi.
Rincianya, sejak Maret 2020 hingga 26 Juni 2021, yaitu 401 dokter umum dan spesialis, 43 dokter gigi, 315 perawat, 150 bidan, 15 apoteker, dan 25 tenaga laboratorium medik.
Kemudian, terdapat hampir seribu tenaga kesehatan yang sedang menjalani isolasi mandiri hingga perawatan intesif.
Untuk dokter sendiri, setelah program vaksinasi dilakukan, terdapat 88 dokter yang meninggal.
Detailnya, 20 dokter telah menerima vaksin (10 orang dari Februari 2021-Mei 2021, dan 10 orang pada Juni 2021), 35 dokter belum divaksin, dan 33 dokter mash dalam konfirmasi.
Sementara itu, menurut data PPNI, terdapat 28 perawat meninggal akibat Covid pascaliburan Lebaran Mei tahun ini hingga 26 Juni lalu. Dari jumlah tersebut, 10 perawat telah menerima vaksin, 17 belum divaksin karena komorbid, dan satu masih dalam konfirmasi.
Ketua Umum DPP PPNI Harif Fadhillah mengatakan, faktor yang menyebabkan banyaknya perawat meninggal terinfeksi Covid adalah karena mereka bekerja pada tempat yang memiliki risiko tinggi terpapar, penyakit itu sendiri, dan penyakit penyerta.
Sementara itu mengenai usulan mengenai vaksin dosis ketiga bagi tenaga kesehatan, Harif belum mendengarnya.
"Tapi kalau rekomendasi dari para ahli dan pakar,kami sangat mendorong itu dilakukan. Intinya apa pun itu yang penting bisa memberikan tingkat keselamatan tinggi bagi para petugas," ujar Harif.
Berdasarkan data hingga (Senin 28/06), terjadi penambahan kasus lebih dari 20 ribu sehingga total hingga kini terdapat lebih dari 2,1 juta konfirmasi positif di Indonesia dengan lebih 1,85 juta sembuh.
Sementara itu, jumlah meninggal meningkat 423 sehingga total 57,561 orang.
Apa itu vaksin Sinovac?
Vaksin Sinovac atau dikenal CoronaVac adalah virus Covid-19 yang telak dinonaktifkan yang bertujuan untuk memicu sistem kekebalan tubuh dan memproduksi antibodi dalam melawan virus corona sehingga tidak terjadi infeksi.
Vaksin ini telah mendapat izin penggunaan darurat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI.
Vaksin ini dikembangkan oleh Sinovac Biotech Ltd, dari China dan telah melewati uji klinis fase ketiga yang dilakukan di Brazil, Turki, dan Indonesia dengan efek perlindungan atau efikasi sebesar 65,3%.