Menurut Asep, TWK terkesan dilakukan terburu-buru. Bahkan, sejumlah pegawai KPK pun mempertanyakan materi dalam TWK yang seksis, diskriminatif, serta tak berkorelasi dengan pemberantasan korupsi.
Sekali lagi, Asep menegaskan TWK memang sudah dirancang untuk menyingkirkan pegawai yang benar-benar tegas dalam pemberantasan korupsi.
Apalagi, di antara 51 pegawai itu banyak yang tengah menangani kasus-kasus dugaan korupsi jumbo.
Misalnya, kata dia, kasus dugaan korupsi uang bantuan sosial covid-19 yang sudah menyeret eks Menteri Sosial Juliari P Batubara.
Penyidik yang menangani kasus korupsi e-KTP, hingga buronan eks kader PDIP Harun Masiku, juga turut masuk dalam daftar 51 pegawai KPK tersebut.
"Pelemahan KPK di era pemerintahan Jokowi sudah terlihat jelas sejak Oktober tahun 2019 ketika Revisi UU KPK disahkan," ucap Asep.
Menurut Asep, kerusakan lingkungan yang terjadi di Indonesia sejatinya tidak lepas dari praktik korupsi.
Apalagi, KPK telah melakukan sejumlah penangkapan para pihak-pihak yang ingin memudahkan izin pelepasan kawasan hutan yang dikhawatirkan menjadi modal transaksi politik.
“Penyingkiran penyidik-penyidik terbaik KPK ini membuktikan bahwa lembaga tersebut telah digerogoti dari dalam, menggunakan stigma radikalisme yang sesungguhnya hanya dibuat-buat untuk menyingkirkan mereka yang berintegritas."
Baca Juga: Lama Ditunggu Komnas HAM, BIN dan BAIS Diminta Lekas Datang Perjelas Masalah TWK