Varian Delta, Bangladesh Lockdown, Warga Tinggalkan Ibu Kota

SiswantoBBC Suara.Com
Senin, 28 Juni 2021 | 13:13 WIB
Varian Delta, Bangladesh Lockdown, Warga Tinggalkan Ibu Kota
BBC
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kerumunan orang-orang berbondong-bondong menuju pelabuhan feri di Dhaka, Bangladesh, guna meninggalkan ibu kota sebelum kebijakan lockdown ketat berskala nasional mulai berlaku awal Juli.

Selama tujuh hari mulai Kamis (1/7), tidak seorang pun di Bangladesh akan diizinkan meninggalkan rumahnya kecuali dalam keadaan darurat.

Akibatnya, masyarakat meninggalkan Ibu Kota Dhaka untuk menuju kampung halaman mereka di kota lain maupun di pedesaan.

Kasus Covid-19 di negara itu telah melonjak, dan banyak di antaranya terkait varian Delta yang pertama kali diidentifikasi di negara tetangga, India.

Baca Juga: WHO: Varian Delta Menyebar Cepat dan Menularkan Mereka yang Belum Dapat Vaksin Covid-19

Gelombang virus terbaru di Bangladesh dimulai sekitar enam pekan lalu. Pada 15 Mei ada 261 kasus baru dan 22 kematian dilaporkan.

Baca juga:

Pada hari Jumat ada 5.869 kasus baru dan 108 kematian - jumlah kematian harian tertinggi kedua di negara itu sejak terjadi pandemi.

Banyak rumah sakit kewalahan dengan membanjirnya pasien. Mereka berjuang untuk mengatasi persoalan ini, utamanya di wilayah yang berada di perbatasan dengan India.

Kebijakan lockdown awalnya akan dimulai pada hari Senin, tetapi saat ini ditunda hingga Kamis - kendati para pejabat mengatakan sejumlah pembatasan masih akan mulai berlaku pada Senin ini.

Baca Juga: Khawatir Varian Delta, WHO Desak yang Sudah Divaksinasi Tetap Harus Pakai Masker

Lantaran peningkatan kasus yang tajam, layanan kereta api dan bus sudah dihentikan, dengan pengecualian untuk layanan darurat.

Warga yang berharap untuk meninggalkan kota, terpaksa menyewa kendaraan pribadi, atau bahkan berjalan kaki, lantaran penutupan transportasi.

Situasi 'tidak terkendali'

Para pekerja berpenghasilan rendah dan pekerja harian akan menjadi salah-satu pihak yang paling terpukul oleh kebijakan lockdown, demikian laporan wartawan di BBC Asia Selatan, Jill McGivering.

Banyak anggota masyarakat yang berduyun-duyun meninggalkan Dhaka adalah para pekerja migran yang berusaha pulang.

Surat kabar Dhaka Tribune melaporkan bahwa ada ribuan orang di pelabuhan feri, dengan sedikit atau tanpa ruang di antara mereka.

Kepala polisi lalu lintas setempat, Zakir Hossain mengatakan kepada surat kabar itu bahwa pelabuhan Shimulia jauh lebih sibuk pada hari Minggu ketimbangi Sabtu, dan bahwa "tidak ada yang mengikuti protokol keselamatan Covid-19".

Kantor berita AFP melaporkan bahwa total puluhan ribu orang berusaha untuk kabur.

Mereka mengutip seorang pejabat senior di Kementerian Perairan Bangladesh yang mengatakan setidaknya 50.000 orang telah meninggalkan kota itu dengan menumpang feri pada hari Minggu saja.

Situasinya, tambahnya, menjadi "tidak terkendali".

Beberapa layanan feri telah beroperasi 24 jam sehari, dengan lebih dari 1.000 penumpang berdesakan di setiap perjalanan.

Seorang pejabat kepolisian Inspektur Polisi Mohammad Raza mengatakan kepada AFP:

"Kami tidak ingin mereka memadati feri, tetapi mereka tidak mendengarkan. Mereka saling bergegas."

Sebuah pernyataan yang dikeluarkan Departemen Informasi Pers (PID) Bangladesh mengatakan semua kantor, termasuk kantor pemerintah, semi-pemerintah dan swasta, juga akan ditutup dalam kebijakan lockdown.

Juru bicara Departemen Kesehatan, Robed Amin, mengatakan kepada AFP bahwa polisi dan penjaga perbatasan akan dikerahkan guna menjalankan kebijakan tersebut dan menyetop masyarakat yang meninggalkan rumahnya.

Dia menambahkan bahwa tentara juga dapat dikerahkan jika diperlukan.

"Ini adalah situasi yang berbahaya dan mengkhawatirkan," ujarnya. "Jika kita tidak menahannya sekarang, kita akan menghadapi situasi seperti India."

Gelombang kedua infeksi Covid, sebagian besar didorong oleh varian Delta, telah memporak-porandakan India pada April dan Mei.

Meskipun negara itu mulai dibuka kembali, para ahli sudah memperingatkan bahwa kebijakan itu bisa dapat melahirkan gelombang ketiga dalam beberapa bulan ke depan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI