Suara.com - Rektorat Universitas Indonesia memanggil pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa buntut dari unggahan di media sosial yang mengkritik Presiden Joko Widodo atau Jokowi sebagai "King of Lips Service".
Menanggapi hal itu, Ketua Departemen Politik DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Nabil Ahmad Fauzi mengatakan, adanya pemanggilan terhadap BEM UI usai kritik Presiden Jokowi merupakan cerminan kondisi demokrasi Indonesia cacat.
Bukan tanpa sebab, Nabil menyebut The Economist Intelligence Unit (EIU) dalam Laporan Indeks Demokrasi 2020 menempatkan demokrasi Indonesia pada peringkat ke-64 dunia dengan skor 6.3 yang menjadi skor terendah dalam 14 tahun terakhir. Menurutnya, Indonesia dikategorikan sebagai negara dengan demokrasi cacat.
"Kasus pemanggilan BEM UI oleh Rektorat ini menjadi preseden yang seolah membenarkan kondisi demokrasi negeri ini," kata Nabil saat dihubungi Suara.com, Senin (28/6/2021).
Nabil menilai, sejumlah perguruan tinggi di Indonesia tidak lagi steril dari potensi intervensi pihak penguasa. Terlebih, kata dia, jika ada penyampaian kritik keras.
"Pimpinan-pimpinan kampus menjadi semakin baper dengan suara dari para anak didiknya. Karenanya, stop intervensi kekuasaan di kampus. Kembalikan kebebasan di kampus," tuturnya.
Lebih lanjut, Nabil menyatakan, bagi PKS seharusnya kampus dijadikan simbol kebebasan berpikir dan menyatakan sikap. Bukan justru malah sebaliknya.
"Kampus menjadi lahan subur persemaian SDM unggul dan budaya demokratis. Kampus mestinya menjadi laboratorium demokrasi kita," tandasnya.
Dipanggil Usai Kritik
Baca Juga: Sebut Presiden Biasa Dikritik, Sahroni Nasdem: Bisa Saja Rektor Kangen Sama Mahasiswa
Sebelumnya, BEM UI memberikan kritikan tajam kepada Presiden Joko Widodo. Dalam kritikan terbuka ini, BEM UI menyebut Presiden Jokowi sebagai "King of Lip Service".