Suara.com - Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti menilai dasar wacana menambahkan satu periode lagi untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) tergolong tidak jelas.
Sebab, seorang kepala negara di Indonesia dengan tiga periode itu tidak memiliki basis konstitusi bahkan basis historisnya.
"Permintaan tiga periode itu juga menurut saya dasar pertimbangannya nggak jelas," kata Ray dalam diskusi bertajuk Presiden Jokowi 3 Periode: Khayalan atau Kenyataan secara virtual pada Rabu (23/6/2021).
Dia menjelaskan, dalam basis historisnya, Indonesia hanya mengenal dua atau tiga mekanisme penetapan presiden.
Baca Juga: Presiden 3 Periode? SPD: Publik Sudah Jengah Jokowi Lagi, Prabowo Lagi
Pertama, presiden dengan periode jabatan seumur hidup yang pernah dicanangkan pada era Presiden ke-1 Soekarno, meskipun pada akhirnya beliau tumbang juga.
Kedua, presiden tanpa adanya batasan periode yang sempat terjadi secara konstitusional pada era Orde Baru, yang menghasilkan Presiden ke-2 Soeharto menjabat selama 32 tahun. Setelah Orde Baru tumbang, akhirnya berlaku presiden dengan masa bakti dua periode.
"Jadi menyebut tiga periode itu sama sekali tidak ada basis historisnya," ujarnya.
Sebelumnya, Muhammad Qodari menjadi salah satu sosok yang hadir dalam syukuran pendirian Sekretariat Nasional Jokowi-Prabowo 2024 di Jakarta Selatan, Sabtu (19/6/2021).
Dalam sambutannya ia enggan menyebut sebagai penggagas komunitas JokPro 2024. Karena ia mengklaim kalau terbentuknya komunitas tersebut menjadi gagasan dari masyarakat Indonesia.
Baca Juga: Wacana Presiden Tiga Periode Juga Pernah Terjadi Jelang Akhir Kepemimpinan SBY
Adapun alasan khusus menduetkan Jokowi dengan Prabowo di Pemilihan Presiden 2024 ialah untuk menghilangkan adanya polarisasi esktrem yang selama ini sudah terbentuk di masyarakat.
"Di mana perbedaan-perbedan itu menjadi katakanlah perkelahian di masyarakat. kita ingin mencegah itu," tuturnya.