Suara.com - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa dua saksi dalam kasus usap eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi pada Selasa (22/6/2021).
Kedua saksi yang diperiksa, yakni dari pihak swasta, Etika Fatma dan dari pegawai negeri sipil (PNS) Jumadi. Keduanya diperiksa untuk melengkapi berkas penyidikan terhadap status tersangka yang kembali disandang Nurhadi.
Diketahui, Nurhadi kembali dijerat KPK dalam kasus penerimaan suap hingga gratifikasi dari mantan Bos Lippo Group, Eddy Sindoro.
Dalam kasus tersebut, penyidik antirasuah menemukan bukti, bahwa dalam kasus Nurhadi sebelumnya ditemukan fakta baru dalam sidang perkara suap tahun 2012 sampai 2016 di Mahkamah Agung.
Baca Juga: Penyuap Eks Sekretaris MA Nurhadi Dituntut 4 Tahun Penjara
"Kami periksa Etika Fatma dan Jumadi kapasitas saksi dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) pengurusan perkara di MA (Mahkamah Agung)," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dikonfirmasi pada Selasa (22/6/2021).
Meski begitu, dia belum dapat menyampaikan apa yang akan ditelisik penyidik antirasuah terhadap pemeriksaan kedua saksi ini.
Sebelumnya, Ali menjelaskan penerapan pasal TPPU untuk Nurhadi karena ada dugaan terjadi perubahan bentuk dan penyamaran dari dugaan hasil tindak pidana korupsi.
"Itu kepada pembelian aset-aset bernilai ekonomis seperti properti maupun aset lainnya," ungkap Ali.
Ali memastikan akan memberikan perkembangan lebih lanjut proses penyidikan kasus ini.
Baca Juga: Eks Sekretaris MA Nurhadi Divonis 6 Tahun Penjara, KPK Resmi Ajukan Banding
"Kami memastikan setiap perkembangan mengenai kegiatan penyidikan perkara ini akan selalu sampaikan kepada masyarakat," katanya.
Untuk diketahui, Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono telah divonis hukuman masing-masing 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta oleh Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada Rabu (10/3/2021).
Vonis itu lebih ringan dari tuntutan JPU KPK, yaitu menuntut Nurhadi 12 tahun penjara dan Rezky 11 tahun dengan denda masing-masing Rp 1 miliar. Uang suap diterima Nurhadi itu untuk membantu perusahaan Hiendra melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (PT KBN).
Selain suap, Nurhadi juga didakwa menerima uang gratifikasi mencapai Rp 37,2 miliar. Uang gratifikasi itu diterima Nurhadi melalui menantunya Rezky dari sejumlah pihak.