Suara.com - Presiden Rodrigo Duterte mengancam akan memenjarakan warganya yang menolak divaksin Covid-19 saat Filipina memerangi virus yang sudah merenggut 23.000 kematian di negara tersebut.
"Anda pilih, vaksin atau saya akan memenjarakan Anda," kata Duterte dalam sebuah pidato yang disiarkan televisi pada Senin (21/6), disadur dari Channel News Asia Selasa (22/6/2021).
Pernyataan Diterte tersebut menyusul adanya laporan minat warga yang rendah terhadap vaksin di beberapa lokasi vaksinasi di ibu kota Manila.
Pernyataan Duterte bertentangan dengan pernyataan pejabat kesehatannya yang mengatakan bahwa program vaksinasi Covid-19 itu bersifat sukarela.
Baca Juga: Satgas COVID-19 Minta Jabodetabek Jangan Bikin Syarat Ribet Vaksin COVID-19 ke Warga
"Jangan salah paham, ada krisis di negara ini," kata Duterte. "Saya hanya kesal dengan orang Filipina yang tidak mengindahkan pemerintah." tegasnya.
Pada 20 Juni, pihak berwenang Filipina telah menyuntikan vaksin dua dosis penuh kepada 2,1 juta warganya. Jumlah tersebut masih dinilai lambat dari target pemerintah.
Pemerintah Filipina berencana akan menyuntikan vaksin Covid-19 hingga 70 juta orang tahun ini di negara berpenduduk 110 juta.
Duterte, yang banyak dikritik karena pendekatannya yang keras menahan Covid-19, juga mendukung keputusannya untuk tidak membiarkan sekolah dibuka kembali.
Dalam pidato yang sama, ia mengecam Pengadilan Kriminal Internasional, setelah seorang jaksa ICC meminta izin untuk penyelidikan penuh atas pembunuhan perang narkoba di Filipina.
Baca Juga: Polisi Bali Ditabrak Truk Lagi Jaga Pembawa Vaksin COVID-19, Alami Pendarahan Otak
Duterte, yang pada Maret 2018 membatalkan keanggotaan Filipina dalam perjanjian pendirian ICC, menegaskan bahwa dia tidak akan bekerja sama dengan penyelidikan tersebut.
"Mengapa saya membela atau menghadapi tuduhan di depan orang kulit putih. Anda pasti gila," kata Duterte.
Presiden Duterte melancarkan kampanye antinarkotika yang dilaporkan telah menewaskan ribuan orang setelah memenangkan kursi kepresidenan pada 2016.
Kelompok hak asasi manusia mengatakan pihak berwenang telah mengeksekusi tersangka narkoba, tetapi Duterte mengklaim mereka yang terbunuh adalah tersangka yang melawan saat ditangkap.
"Pengadilan adalah lembaga peradilan yang independen, dan tidak mengomentari pernyataan politik". jelas juru bicara ICC Fadi El Abdallah.