Suara.com - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI), Boyamin Saiman, membeberkan sejumlah alasan pihaknya mengajukan gugatan prpaperadilan terkait penghentian penyidikan kasus Korupsi Bank penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI). Pertama, Satuan Tugas (Satgas) BLBI yang telah dibentuk oleh pemerintah tidak ada kerjanya.
"Kami tetap mengajukan praperadilan ini karena satgas yang dibentuk oleh Pak Mahfud MD sampai sekarang juga cuma dibentuk kemudian tidak ada kerjanya," ungkap Boyamin di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (21/6/2021).
Boyamin menyinyalir, jika praperadilan tidak diajukan, maka Satgas tersebut hanya sekedar dibentuk dan akan kedaluarsa pada tahun 2022.
Selain itu, dia menduga jika dibentuknya Satgas cuma hanya ingin menyenangkan masyarakat saja.
Baca Juga: Bertemu Mahfud MD, Koalisi Serius Revisi UU ITE Desak Batalkan Pasal 45C
"Saya yakin itu kalau tidak saya praperadilankan mungkin itu hanya dibentuk tapi sampai akhir tahun sampai akhir bulan dan nanti sampai kadaluarsa 2022 juga tidak akan diproses. Saya khawatir itu hanya dibentuk untuk menyenangkan hati masyarakat," kata dia.
Lebih lanjut, Boyamin berpendapat belum ada gambaran dari Satgas untuk mengambil tagihan dari utang akibat kasus tersebut. Tak hanya itu, Boyamin menyinyalir kerugian negara mencapai Rp 200 triliun.
"Tapi sampai saat ini jangankan bicara Rp 1 triliun, 1 rupiah saja belum ada gambaran yang mau diambil dari BLBI itu. Padahal ini negara kan juga sedang butuh. Kalau kemarin itu sebenarnya gambaran saya di angka sampai Rp 200 triliun lebih. Tapi pemerintah katanya sudah dikriyitkan jadi 110 triliun, itu bukan berarti yang diangap riil," tutup dia.
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan tagihan hutang dari kasus BLBI mencapai Rp 110 triliun. Mahfud menganggap tidak ada unsur pidana di dalam kasus BLBI tersebut.
Mahfud mengatakan karena kasus BLBI masuk ke dalam wilayah perdata, maka pihaknya menghitung besaran aset-aset yang sejatinya bisa ditarik negara. Pemerintah pun menghitung tagihan hutang sesuai dengan kurs uang dan gerak saham serta nilai properti yang dijaminkan.
Baca Juga: Mahfud MD Temui Khofifah Ajak Ulama Ikut Perangi Covid-19 di Madura
"Jadi kalau ditulis dengan angka Rp 110.454.809.645.467. Jadi, Rp 110 triliun hitungan terakhir. Tadi Menkeu (Sri Mulyani) sudah bilang yang bentuk sahnya sekian, properti sekian, rupiah sekian, dan sebagainya. Sesudah dihitung segitu," kata Mahfud dalam konferensi pers yang ditayangkan melalui YouTube Kemenko Polhukam, Kamis (15/4/2021) lalu.
Mahfud menjelaskan kasus BLBI itu merupakan perdata karena di dalamnya terdapat utang piutang di mana negara memberikan piutang kepada debitur dan obligor BLBI. Para obligir itu ada yang membayar dengan jaminan seperti properti, uang hingga saham.
Akan tetapi, pemburuan utang itu harus berjalan pasca pemerintah membubarkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) pada 2004.