Majelis Umum PBB Sepakat Serukan Embargo Senjata ke Myanmar

Senin, 21 Juni 2021 | 09:10 WIB
Majelis Umum PBB Sepakat Serukan Embargo Senjata ke Myanmar
Gas airmata dan pemadam api berterbangan diatas para pengunjuk rasa saat mereka berlindung di balik perisai ketika bentrok dengan polisi pada aksi protes menentang kudeta militer di Yangon, Myanmar, Senin (1/3/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer/AWW/djo
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Majelis Umum PBB menyerukan untuk penghentian segera penjualan senjata ke Myanmar di tengah tindakan keras militer terhadap demonstran pro-demokrasi.

Menyadur Anadolu Agency, Minggu (20/6/2021) pada Majelis Umum PBB 119 negara sepakat untuk menyerukan penghentian segera penjualan senjata ke Myanmar.

Hanya ada 1 yang tidak sepakat yakni negara dari Eropa timur, Belarus, yang memberikan suara sebagai oposisi dengan 36 negara abstain.

Resolusi tersebut mengutuk perebutan kekuasaan oleh junta, dan mendesak militer untuk membebaskan tahanan politik.

Baca Juga: 3 Kurir Narkoba Ditangkap, 89 Kg Sabu-2 Senjata Laras Panjang Disita

Berbicara di Majelis Umum menjelang pemungutan suara, Presiden Volkan Bozkir meminta negara-negara anggota untuk memberikan suara mendukung resolusi tersebut.

Bozkir mengatakan "ketika menyangkut Myanmar, kita harus bertindak sebagai negara yang bersatu."

"Saya percaya bahwa Anda sebagai penjaga Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa akan bergabung dengan saya dalam seruan perdamaian ini," kata Bozkir.

Secara keseluruhan, 870 orang telah tewas dan 4.983 lainnya ditahan oleh pasukan keamanan Myanmar sejak pemerintah sipil terpilih dikudeta pada 1 Februari, menurut data yang dikumpulkan oleh Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik Myanmar.

Seperti dilaporkan Financial Times, Kelompok hak asasi manusia dan aktivis masyarakat sipil di Myanmar telah lama mendesak PBB untuk mengambil tindakan embargo senjata.

Baca Juga: Sebulan Setelah Gencatan Senjata, Israel Kembali Serang Palestina

Menurut aktivis, keputusan tersebut sebagai salah satu langkah yang mungkin diambil oleh komunitas dunia untuk menghentikan pertumpahan darah Myanmar.

Namun, para diplomat sejauh ini menganggap bahwa resolusi Dewan Keamanan kecil kemungkinannya untuk disahkan karena China dan Rusia, dua anggota tetap dan pemasok senjata terbesar militer Myanmar, memiliki hak veto.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI