Suara.com - Penasihat Sekretariat Nasional Jokowi-Prabowo (Seknas Jokpro) 2024, Muhammad Qodari menilai Partai Demokrat keliru jika menganggap gagasan masa jabatan presiden tiga periode sebagai bentuk kemunduran.
Apalagi, wacana itu disamakan dengan masa orde baru (Orba) di bawah kepemimpinan Soeharto.
"Menurut saya menyamakan gagasan tiga periode dengan zaman Orde Baru itu nggak nyambung itu. Nggak apple to apple, dia salah sasaran," kata Qodari kepada suara.com, Minggu (20/6/2021).
Qodari menilai, Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra yang menilai gagasan masa jabatan presiden tiga periode sebagai bentuk kemunduran, sejatinya tidak memahami pokok permasalahannya secara menyeluruh. Sebab, kata dia, gagasan masa jabatan presiden tiga periode jelas berbeda dengan masa orde baru.
Baca Juga: Survei: Mayoritas Masyarakat Menolak Presiden Jokowi Tiga Periode
"Tidak tepat, tidak memahami persoalan secara menyeluruh. Karena pertama orde baru itu tidak punya pembatasan masa jabatan presiden. Kalau ini kan ada batasnya, cuma dari dua menjadi tiga," katanya.
"Kedua, beberapa ciri kekuasaan orde baru itu kan sudah diubah, sudah dimodifikasi sekarang ini. Misalnya partai politik sekarang ini banyak, nggak cuma dibatasi tiga seperti masa orde baru. Semua bebas mendirikan partai, ya termasuk Demokrat kan adalah produk dari situasi dan kondisi saat ini," imbuhnya.
Selain itu, Qodari mengemukakan, jika penyelenggara pemilu yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) di masa Orde Baru dan kekinian juga jelas berbeda.
Dia menjelaskan, KPU pada masa Orde Baru ketika itu berada di bawah pemerintah, sedangkan sekarang diklaimnya berdiri independen.
"Begitu juga ada Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) berdiri sendiri. Jadi penyelenggara pemilu itu sudah sangat demokratis," ujarnya.
Baca Juga: Mayoritas Warga Berpendidikan Perguruan Tinggi Menolak Wacana Jokowi Tiga Periode
Sebelumnya, baru-baru ini muncul satu komunitas yang memberikan dukungan kepada Jokowi-Prabowo untuk maju sebagai pasangan capres dan cawapres di Pilpres 2024 mendatang.
Mereka bahkan telah membentuk wadah bernama Sekretariat Nasional Jokowi-Prabowo atau Seknas Jokpro 2024.
Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari, merupakan penasihat Seknas Jokpro 2024. Dia mengklaim keberadaan Seknas Jokpro 2024 merupakan wadah dari berbagai pihak yang menyambut ide dan gagasannya menyoal Jokowi-Prabowo untuk 2024 yang pernah dilontarkannya pada periode Februari-Maret 2021.
"Sebetulnya organisasi ini adalah wadah bagi mereka yg merespons gagasan itu, misalnya Ketua Jokpro 2024 ini Mas Baron adalah simpatisan lama Pak Jokowi. Dia punya komunitas pendukung Jokowi namanya Caberawit, dan mereka mengundang saya ketemu dengan mereka semua dan bentuk selanjutnya adalah organisasi ini," tutur Qodari kepada wartawan, Jumat (18/6/2021).
Adapun, Qodari menilai dengan mengusung Jokowi-Prabowo sebagai pasangan capres dan cawapres di Pilpres 2024 akan meminimalisir terjadinya polarisasi seperti yang terjadi di Pilpres 2019. Sekaligus, kata dia, dapat menekan ongkos politik.
"Saya yakin walau terjadi pro kontra, tapi ongkos politik yang dikeluarkan sekarang akan kecil dan lebih terkendali ketimbang nanti 2024 kita alami benturan lagi," kata dia.
Menanggapi wacana tersebut, Partai Demokrat melalui Herzaky menilai gagasan itu merupakan bentuk kemunduran. Pasalnya, Jokowi kekinian telah menjabat sebagai presiden selama dua periode.
Di sisi lain, Herzaky juga meyakini jika Jokowi ingin dikenang baik sebagai mantan presiden seperti halnya Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY yang juga pernah menjabat selama dua periode.
"Bukan presiden yang membawa Indonesia kembali ke masa kelam seperti di Orde Baru, saat belum ada pembatasan masa jabatan presiden maksimal dua periode," kata Herzaky.
"Janganlah buat Indonesia mundur puluhan tahun dengan memaksakan rencana presiden tiga periode," sambungnya.
Berkenaan dengan itu, Herzaky juga mengkritisi soal inisiatif Seknas Jokpro 2024 yang mengusung Jokowi dan Prabowo maju sebagai calon presiden dan wakil presiden di Pilpres 2024. Menurutnya, inisiatif Seknas Jokpro 2024 itu menunjukkan seakan-akan Indonesia krisis akan sosok pemimpin. Padahal, Herzaky menilai kekinian banyak tokoh-tokoh muda yang berpotensi menjadi calon presiden.
"Seakan-akan tanpa Jokowi dan Prabowo, Indonesia tidak akan bisa maju dan menjadi lebih baik," ujarnya.