Suara.com - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menyebut ada satu orang pimpinan di lembaga antirasuah tersebut yang terlalu dominan. Bahkan, beberapa pimpinan KPK lainnya kerap mengeluhkan hal itu kepadanya.
Hal itu diungkapkan oleh Novel dalam acara talk show bertajuk 'Blak-blakan Bareng Novel Baswedan' di akun YouTube Public Virtue, Minggu (20/6/2021).
Mulanya, Novel menceritakan asal muasal adanya tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Dia mengatakan, Ketua KPK Firli Bahuri yang diduga sebagai sosok yang mengotot dilaksanakan TWK.
Moderator acara tersebut, Anita Wahid, lantas menanyakan ihwal hingga akhir TWK itu bisa terlaksana. Padahal, kata dia, KPK sejatinya menganut sistem kolektif kolegial dalam pengambilan keputusan.
Baca Juga: Orang yang Ngotot Bikin TWK, Novel Baswedan: Pak Firli Bilang KPK Banyak Taliban
"Masalahnya gini, di KPK itu beberapa pimpinan sering berkeluh kesah dengan kami, termasuk dengan saya, itu fakta. Saya bicara fakta, dan saya siap bertanggung jawab dengan yang saya katakan, bertemu dengan yang bersangkutan pun saya berani katakan. Karena saya sedang tidak mengada-ngada," kata Novel menjawab pertanyaan Anita.
Lebih lanjut, Novel mengungkapkan, bukan hanya dirinya yang menerima keluh kesah dari beberapa pimpinan KPK terkait dominasi tersebut. Melainkan di luar KPK, banyak tokoh-tokoh yang menerima keluh kesah tersebut.
"Keluh kesahnya apa? Dikatakan bahwa di KPK ada pimpinan KPK yang terlalu dominan. Bahkan dalam beberapa keadaan, empat pimpinan ingin melakukan sesuatu dan yang satu ini tidak mau, itu tidak bisa terjadi," ungkapnya.
Kendati begitu, Novel enggan menyebut langsung pimpinan KPK yang mendominasi tersebut. Dia hanya memberi kata kunci, bahwa pimpinan KPK itu merupakan sosok yang belakangan ini kerap disebut-sebut atau ramai dibicarakan.
"Yang sering disebut orang belakangan ini lah Mbak," jawabnya seraya tertawa.
Baca Juga: Blak-blakan Diminta Keluar dari KPK, Novel Baswedan: Ada Orang Tertentu Gak Suka Saya
Dalih Taliban
Sebelumnya, Novel menyebut Firli merupakan sosok yang ngotot adanya pelaksanaan TWK. Dalih Firli melakukan itu, lantaran menuding KPK banyak disusupi Taliban.
Novel mengatakannya berdasar bukti-bukti yang dilaporkan oleh saksi-saksi terkait permasalahan TWK pegawai KPK ke Komnas HAM dan Ombudsman RI.
"Kami mengetahui, bahwa ternyata yang memaksakan masuk itu Pak Firli Bahuri," ungkap Novel.
Awalnya, kata Novel, dalam pertemuan dengan pimpinan KPK lain Firli tidak mengistilahkannya dengan tes TWK. Melainkan dengan istilah assesmen psikologi TNI AD.
"Itu permintaannya Pak Firli sendiri, dan kemudian diminta agar, kenapa perlu dilakukan itu? Pak Firli mengatakan karena di KPK banyak Taliban. Jadi pertanyannya kenapa Pak Firli ngomong gitu," bebernya.
Padahal, kata Novel, isu Taliban di tubuh KPK tidak benar. Itu hanyalah isu liar yang dilontarkan oleh pihak-pihak yang memang tidak suka dengan kerja-kerja KPK dalam memberantas korupsi.
"Jadi dia bungkus kebusukannya tadi untuk berbuat korupsi dengan cara seolah-olah mengatakan bahwa di KPK itu banyak radikalisme, mungkin. Saya lihat seperti itu karena ketika bicara sekitar 2017-2016 awal mula disebutkan radikalisme, talibanisme, dan lain-lain," ujarnya.
Polemik TWK
Sebanyak 75 pegawai KPK dinyatakan tidak lulus tes wawasan kebangsaan atau TWK alih status Aparatur Sipil Negara (ASN). Satu di antaranya merupakan Novel.
Banyak pihak menduga TWK tersebut merupakan sekenario untuk memberangus pegawai KPK yang berintegritas dalam memberantas korupsi.
Menyikapi itu, Presiden Joko Widodo alias Jokowi meminta hasil TWK tidak serta-merta dijadikan dasar pemberhentian pegawai KPK yang tak lulus.
"Hasil Tes Wawasan Kebangsaan terhadap pegawai KPK hendaknya menjadi masukan untuk langkah-langkah perbaikan KPK, baik terhadap individu-individu maupun institusi KPK dan tidak serta merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes," kata Presiden Jokowi melalui tayangan Youtube Sekretariat Presiden pada Senin (17/5) lalu.
Belakangan pimpinan KPK menggelar pertemuan dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kementerian PAN-RB. Mereka memutuskan 51 dari 75 pegawai KPK yang tak lulus TWK diberhentikan lantaran dinilai memiliki rapor merah. Sedangkan, 24 lainnya diminta untuk mengikuti pendidikan atau pembinaan.
Atas hal itu, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana menilai Ketua KPK, Firli Bahuri telah melanggar hukum terkait. Kurnia juga menyebut Firli telah membangkang terhadap perintah Presiden Jokowi.
"Dalam tes wawasan kebangsaan itu ada dua isu penting; yang pertama ada pelanggaran hukum karena tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kedua, ada indikasi pembangkangan perintah dari presiden," tegas Kurnia di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (25/5/2021).