Suara.com - Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengkorting hukuman penjara terdakwa Pinangki Sirna Malasari menjadi 4 tahun karena salah satu pertimbangannya ialah memiliki balita berusia 4 tahun.
Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman lantas membandingkannya dengan terdakwa suap kasus Wisma Atlet, Angelina Sondakh.
Boyamin mengajak untuk kembali mengingat ketika Angelina Sondakh menjalani proses pengadilan sejak ditetapkan sebagai tersangka korupsi proyek wisma atlet di Palembang pada 3 Februari 2012 oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sebelumnya, Angelina harus kehilangan sang suami Adjie Massaid yang meninggal dunia akibat serangan jantung pada 2011. Karena itu, Angelina harus menjalani rangkaian persidangan di samping menjadi ibu tunggal bagi putranya, Keanu Massaid yang saat itu berusia 2 tahun.
Baca Juga: Khawatir Diistimewakan usai Hukuman Disunat, Pinangki Harus Dikirim ke Rutan Pondok Bambu
Seiring berjalannya waktu, Angelina pun dijatuhi hukuman penjara 12 tahun penjara dan hukuman denda Rp500 juta pada 2013.
Hukumannya dikorting menjadi 10 tahun pasca Peninjauan Kembali (PK) yang diajukannya dikabulkan oleh Mahkamah Agung.
Kondisi antara Angelina dengan Pinangki pun sama yakni harus menghadapi hukuman ketika masih memiliki anak balita. Namun, masa hukumannya yang berbeda.
"Angelina Sondakh itu ketika diproses oleh pengadilan itu dalam keadaan dia justru ditinggal meninggal oleh suami dalam keadaan janda, anaknya bahkan masih umur 2 tahun, kalau ini kan (anak Pinangki) 4 tahun," kata Boyamin di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (16/6/2021).
"Jadi tidak ada relevansinya bahwa dia kemudian pada posisi ini (dipotong masa hukumannya) seakan-akan karena mempunyai anak balita misalnya," sambungnya.
Baca Juga: Sambangi Kejagung, MAKI Desak JPU Ajukan Kasasi ke MA Soal Vonis Jaksa Pinangki
Boyamin menyoroti terhadap masa hukuman yang diberikan kepada Angelina dan Pinangki. Meskipun memiliki anak balita, tetapi Angelina tetap divonis hukuman 12 tahun penjara dan dikorting menjadi 10 tahun. Sementara Pinangki divonis 10 tahun penjara dan dikorting menjadi 4 tahun penjara.
Ia tidak menampik kalau hakim pasti mempertimbangkan sisi kemanusiaan karena Pinangki adalah seorang ibu. Akan tetapi menurutnya hal tersebut tidak serta merta membuat ringan hukumannya.
"Mungkin meringankan di level bulanan lah, enam bulan atau maksimal satu tahun, bukan enam tahun begini. Ini kan rasa manusiawi tapi tidak menghapuskan pidananya."
Sebelumnya, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengabulkan banding yang diajukan terdakwa Jaksa Pinangki Sirna Malasari dalam kasus suap dan gratifikasi terkait Djoko Tjandra. Dalam putusannya itu, Pinangki mendapatkan pengurangan hukuman penjara.
Dalam putusan itu, Jaksa Pinangki dijatuhi pengurangan hukuman menjadi 4 tahun penjara. Hal itu tertuang di dalam Putusan nomor 10/PID.SUS-TPK/2021/PT DKI yang diputuskan pada Selasa (8/6/2021).
Padahal pada tingkat pertama di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Jaksa Pinangki sudah divonis 10 tahun penjara dan membayar denda Rp 600 juta.
Hal itu dilihat dalam laman website Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada Senin (14/6/2021).
"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan denda sebesar Rp 600 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan," isi Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta.
Adapun sejumlah pertimbangan majelis hakim ditingkat banding di PT Jakarta.
Pertama, Jaksa Pinangki telah mengaku bersalah dan mengatakan menyesali perbuatannya serta telah mengiklaskan dipecat dari profesinya sebagai Jaksa. Dan diharapkan Jaksa Pinangki akan berprilaku sebagai warga masyarakat yang baik.
Kedua, Jaksa Pinangki memiliki balita berumur 4 tahun. Sehingga layak diberi kesempatan untuk mengasuh dan memberi kasih sayang kepada anaknya dalam masa pertumbuhan.
Ketiga, Jaksa Pinangki sebagai perempuan harus mendapat perhatian, perlindungan, dan diperlakukan secara adil.
Keempat, perbuatan Pinangki tidak lepas dari peran pihak lain yang juga patut bertanggung jawab. Sehingga, pengurangan kesalahannya cukup berpengaruh dalam putusan ini.
Kelima, tuntutan Jaksa selaku pemegang azas Dominus Litus yang mewakili negara dan pemerintah dianggap telah mencerminkan rasa keadilan masyarakat.