Suara.com - Koalisi Serius Revisi Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mendesak tim kajian pemerintah untuk membatalkan penambahan pasal 45c dalam draf revisi UU ITE. Pasal itu dianggap rentan untuk disalahgunakan.
Desakan itu disampaikan Koalisi Serius Revisi UU ITE saat melakukan audiensi bersama Menteri Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD beberapa hari lalu.
"Koalisi secara tegas mendesak agar pasal ini tidak dimasukkan ke dalam tevisi UU ITE. Kami menilai Pasal 45C sangat rentan disalahgunakan," demikian keterangan tertulis Koalisi Serius Revisi UU ITE yang dikirimkan oleh Direktur Eksekutif Institute of Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus Napitupulu, Rabu (16/6/2021).
Pasal 45c yang bakal dimasukkan ke dalam UU ITE itu berbunyi:
Baca Juga: Mahfud MD: RKUHP Harus Segera Disepakati Meski Tak Semua Setuju
(1) Setiap Orang dengan sengaja menyebarluaskan informasi atau pemberitahuan bohong yang menimbulkan keonaran di masyarakat yang dilakukan melalui sarana informasi elektronik, informasi elektronik, dan/atau dokumen elektronik dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarluaskan informasi elektronik yang berisi pemberitahuan yang tidak pasti atau yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia patut menyangka bahwa hal itu dapat menimbulkan keonaran di masyarakat, yang dilakukan melalui sarana informasi elektronik, informasi elektronik, dan/atau dokumen elektronik dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 4.000.000.000,00.
"Definisi berita bohong yang menimbulkan keonaran tidak didefinisikan secara jelas sehingga sangat berpotensi multitafsir. Selain itu, masuknya pasal 45C sangat bertentangan dengan harapan publik akan dihapusnya pasal-pasal bermasalah," jelasnya.
Selain itu, Koalisi juga menyampaikan pesan kepada Mahfud terkait Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Lembaga tentang Pedoman Interpretasi UU ITE. Pedoman tersebut menjadi dokumen untuk menjawab praktik-praktik UU ITE yang meresahkan publik selama ini sembari menunggu proses revisi UU ITE yang akan memakan waktu.
Koalisi meminta supaya pedoman itu malah dijadikan sebagai pengganti revisi UU ITE. Mereka menekankan pentingnya komitmen pemerintah untuk tetap merevisi UU ITE.
Baca Juga: RKUHP Harus Segera Disahkan, Mahfud MD: Tidak Mungkin Menunggu Kesepakatan 270 Juta Rakyat
"Koalisi juga menekankan agar menjadi perhatian Pemerintah bahwa praktik-praktik pembuatan pedoman untuk menjawab revisi sebuah undang-undang bermasalah tidak boleh menjadi kebiasaan di Indonesia," jelasnya.
Untuk memastikan pedoman sejalan dengan permasalahan praktik UU ITE selama ini, Koalisi jmendesak pemerintah untuk membuka draft SKB 3 Lembaga tentang Pedoman Interpretasi UU ITE. Hal tersebut dimaksudkan supaya terdapat masukan publik yang lebih nyata pada draf yang telah disusun oleh pemerintah.
"Masukan konstruktif dari masyarakat harusnya menjadi dasar yang kuat bagi pemerintah untuk dapat menghasilkan pedoman yang lebih berpihak pada perlindungan hak-hak masyarakat."