Suara.com - Staf Khusus eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Andreau Misanta Pribadi dicecar Jaksa Penuntut Umum atau JPU KPK terkait 24 perusahaan pengekspor benih lobster tak kunjung mendapatkan izin.
Andreau merupakan terdakwa yang dijerat bersama bosnya Edhy dalam kasus suap izin ekspor. Ia dimintai keterangan sebagai saksi untuk terdakwa Edhy dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Selasa (15/6/2021).
Mulanya dihadapan majelis hakim, Andreau menjelaskan bahwa ada 72 perusahaan yang mendapatkan izin budidaya benih lobster. Kemudian 65 perusahaan dinyatakan lolos dan mendapatkan izin untuk melakukan kegiatan ekspor.
Namun, menurut dia, hanya 41 dari 65 perusahaan yang melakukan kegiatan ekspor benih lobster. Mendengar kesaksian Andreau, Jaksa KPK pun mencecar dan menanyakan 24 perusahaan yang telah dinyatakan lolos kenapa tidak melakukan kegiatan ekspor?
Baca Juga: Ini Pesan Menteri Kelautan dan Perikanan Wahyu Sakti ke Petambak Dipasena
Andreua pun menjawab bahwa 24 perusahaan itu memang mendapatkan izin, namun mereka belum pernah melakukan kegiatan ekspor. Maka itu, mereka terlebih dahulu menyiapkan sejumlah persiapan.
"Yang belum ekspor saya pastikan adalah perusahaan yang baru mendapatkan izin, dimana mereka harus mempersiapkan instalasi, gudang, packaging. Jadi, mereka benar benar perusahaan baru yang mendapat izin di tahap 4," kata Andreau.
Jaksa pun kembali mencecar Andreau apakah puluhan perusahaan yang belum melakukan ekspor, karena tidak memiliki kerja sama dengan PT Aero Citra Kargo (PT ACK). Diketahui, PT ACK merupakan satu-satunya perusahaan yang forwarder atau kargo benur dalam kasus izin ekspor benih lobster.
"Karena perusahaan itu nggak bekerjasama dengan PT ACK?" tanya Jaksa KPK.
Andreau pun hanya menjawab singkat. Ia, pastikan tidak ada kaitannya PT ACK dengan puluhan perusahaan yang belum melakukan ekspor tersebut. "Saya pastikan tidak," jawab Andreau.
Baca Juga: Pensiun Jadi Menteri, Susi Pudjiastuti Sibuk Pungut Sampah
Dalam dakwaan Jaksa, Edhy menerima suap sekitar Rp24,6 miliar dan USD 77 Ribu terkait kasus suap izin ekspor benih lobster tahun 2020.
Jaksa Ronald merinci penerimaan suap Edhy diterimanya melalui perantara yakni, Sekretaris Pribadinya Amiril Mukminin dan staf khususnya Safri menerima sejumlah USD 77 ribu dari bos PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito.
Sedangkan, uang suap senilai Rp24,6 miliar, Edhy juga masih menerima dari Suharjito. Edhy mendapatkan uang itu melalui Amiril Mukminin; staf pribadi Istri Edhy, Iis Rosita Dewi selaku Anggota DPR RI Ainul Faqih; dan staf khusus Edhy, Andreau Misanta Pribadi.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, Edhy didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.