Suara.com - Masyarakat Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, menegaskan tetap berkukuh menolak PT Tambang Mas Sangihe yang dinilai merusak lingkungan dan membahayakan warga.
Selain itu, warga setempat juga menduga terdapat patgulipat dalam perizinan perusahaan tersebut.
Sebab, perusahaan tersebut kekinian sudah mendapatkan izin melakukan usahanya di tanah seluas 42 ribu hektare.
Padahal, kata perwakilan Save Sangihe Island Juli Takaliuang, dalam izin usaha pertambangan (IUP) disebutkan luas area penambangan perusahaan hanya 65 hektare.
Baca Juga: Wakil Bupati Sangihe Jadi Sorotan, Koleksi Kendaraannya Kelewat Sederhana
Juli mengecam keras pihak-pihak terkait yang disebutnya berupaya membodohi masyarakat serta para petinggi setingkat kabupaten hingga provinsi.
Fakta yang ada, kata dia, 65 hektare dalam IUP itu hanya luas untuk gerbang masuk wilayah pertambangan perusahaan.
"Jangan dibodohi. Sekarang ini, banyak pihak pimpinan di kabupaten, di provinsi mungkin mereka mengecilkan bahwa perusahaan itu akan menambang di area 65 ha. Itu pembohongan publik. 65 ha itu hanya pintu masuknya," kata Juli dalam sebuah diskusi virtual, Selasa (15/6/2021).
Ia mengakui heran terhadap angka luasan wilayah dalam IUP berbeda dengan izin usaha produksi yang sesungguhnya diberikan kepada PT Tambang Mas Sangihe. Juli lantas mencurigai ada upaya licik di balik itu.
"Kenapa kemudian 65 ha, kenapa IUPnya harus 42 ribu ha? Berarti ini kan ada permainan," ucapnya.
Baca Juga: Benarkah Diracun? Ini Hasil Autopsi Wakil Bupati Sangihe Helmud Hontong
Juli menerangkan, kalau dalam berkas analisis dampak lingkungan atau amdal yang diberikan adalah 65 hektare, maka dalam IUP angkanya harus sama. Tapi kenyataannya terdapat perbedaan luas wilayah pada dua berkas tersebut.
Juli juga menerangkan, pembuatan amdal perusahaan itu sama sekali tidak melibatkan masyarakat setempat.
Beberapa kepala desa yang diundang ke sebuah pertemuan di Manado, Sulawesi Utara, juga tidak jelas kapasitasnya, apakah diajak berdialog atau hanya mengisi daftar hadir.
"Mungkin mereka hanya mengundang kepala desa dengan beberapa orang diundang pergi ke Manado, enggak tahu juga di sana apakah memang betul-betul ditanya setuju atau tidak. Atau hanya mengisi daftar hadir."