Jangan Sampai Lolos, Ini 5 Pasal Pembunuh Demokrasi Dalam RKUHP

Senin, 14 Juni 2021 | 22:21 WIB
Jangan Sampai Lolos, Ini 5 Pasal Pembunuh Demokrasi Dalam RKUHP
Warga melintas di depan mural bertuliskan "#Tolak RKUHP" di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur, Sabtu (28/9). [Suara.com/Angga Budhiyanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Aliansi Nasional Reformasi KUHP mengungkap sejumlah pasal dalam rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang berpotensi membunuh demokrasi di Indonesia. Mereka mencatat, setidaknya ada lima pasal yang bisa membuat demokrasi di Indonesia mandul. 

Institute for Criminal Justice (ICJR), salah satu yang tergabung dalam Aliansi Nasional Reformasi KUHP membeberkan satu per satu pasal membahayakan itu.

Pertama ialah Pasal 218 yang berbunyi (1) Setiap Orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV. 

Menurut Aliansi Nasional Reformasi KUHP, konsep pasal tersebut sama dengan konsep kejahatan dalam Pasal 134 dan Pasal 137 Ayat (1) KUHP. 

Warga melintas di depan mural bertuliskan "#Tolak RKUHP" di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur, Sabtu (28/9). [Suara.com/Angga Budhiyanto]
Warga melintas di depan mural bertuliskan "#Tolak RKUHP" di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur, Sabtu (28/9). [Suara.com/Angga Budhiyanto]

"Rumusan ini bertentangan dengan Konvenan Hak Sipil dan Politik. Pasal ini telah dihapus oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan 013-022/PUU-IV-2006," demikian dijelaskan Aliansi Nasional Reformasi KUHP yang diunggah oleh Direktur Eksekutif ICJR, Erasmus Napitupulu melalui akun Twitternya @erasmus70 pada Senin (14/6/2021). 

Lanjut ke Pasal 240 yang berbunyi Setiap Orang yang di muka umum melakukan penghinaan terhadap pemerintah yang sah berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV. 

Menurut Aliansi Nasional Reformasi KUHP, substansi di dalam pasal itu berlaku pada zaman kolonialisasi Belanda. Pasal tersebut telah dinyatakan bertentangan dengan Konstitusi UUD 1945 berdasarkan putusan MK Nomor 6/PUU-V/200 juga bertentangan dengan Kovenan Hak Sipil dan Politik Komisi HAM PBB Nomor 34 poin 38. 

Kemudian Pasal 354 berbunyi Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan tulisan atau gambar atau memperdengarkan rekaman, atau menyebarluaskan melalui sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara, dengan maksud agar isi penghinaan tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau pidana denda paling banyak kategori III. 

"Pasal ini dinilai berpotensi menjadi pasal karet karena multitafsir. Pasal ini dinilai juga bersifat subversif dan bertentangan dengan hak-hak kebebasan sipil," ujarnya.

Baca Juga: Wamenkumham Luruskan Beragam Anggapan Miring Soal KUHP

Aliansi Nasional Reformasi KUHP menganggap kalau hukum pidana tentang penghinaan tidak boleh digunakan untuk melindungi suatu hal yang sifatnya subjektif, abstrak dan merupakan suatu konsep. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI