Menkumham Yasonna: KUHP Warisan Belanda Banyak Menyimpang dari Asas Hukum Pidana

Senin, 14 Juni 2021 | 19:19 WIB
Menkumham Yasonna: KUHP Warisan Belanda Banyak Menyimpang dari Asas Hukum Pidana
Menkumham Yasonna Laoly. (Suara.com/Novian)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly mengatakan kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) atau "Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie" yang merupakan warisan Kolonial Belanda banyak menyimpang dari asas hukum pidana umum.

"KUHP warisan Kolonial Belanda telah berkembang secara masif dan banyak menyimpang dari asas-asas hukum pidana umum," kata dia melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.

Perkembangan ini, katanya, berkaitan erat dengan hukum pidana murni maupun hukum pidana administratif terutama mengenai tiga permasalahan utama dalam hukum pidana sebagaimana dikemukakan Packer dalam "The Limits of The Criminal Sanctions".

Pertama, kata Menkumham, perumusan perbuatan yang dilarang, kedua perumusan pertanggungjawaban pidana, dan perumusan sanksi baik berupa pidana maupun tindakan.

Baca Juga: Ingin RKUHP Segera Disahkan, Wamenkumham: Selama Ini Pakai yang Tak Pasti

Skema pemidanaan konvensional selalu berfokus pada ketiga permasalahan tersebut tanpa mempertimbangkan tujuan dari pemidanaan sehingga pidana seolah-olah dipandang sebagai konsekuensi absolut sebagai cerminan dari asas "in cauda venemun".

Padahal, kata dia, sistem pemidanaan modern seharusnya selalu mempertimbangkan nilai-nilai kemanusiaan baik yang berkaitan dengan pelaku tindak pidana atau korban.

Ia mengatakan rancangan undang-undang (RUU) KUHP merupakan salah satu upaya pemerintah menyusun suatu sistem rekodifikasi hukum pidana nasional yang bertujuan menggantikan KUHP lama sebagai produk hukum pemerintahan zaman Kolonial Hindia Belanda.

"Upaya rekodifikasi ini ditujukan untuk menyelesaikan permasalahan yang muncul karena ketidakjelasan pemberlakuan Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie," katanya.

Prof J.E Sahetapy seorang pakar hukum Indonesia sering mengingatkan bahwa tidak ada satu pun KUHP yang resmi disahkan oleh legislatif dan eksekutif. Tidak ada terjemahan resmi KUHP dan masih terdapat ketidakjelasan KUHP terjemahan mana yang diberlakukan di Indonesia mengingat ada perbedaan antara satu terjemahan dengan terjemahan yang lain.

Baca Juga: RKUHP Harus Segera Disahkan, Mahfud MD: Tidak Mungkin Menunggu Kesepakatan 270 Juta Rakyat

Senada dengan itu, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Prof Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan RKUHP merupakan sesuatu yang penting dan mendesak untuk segera disahkan.

"Sebab, hampir 76 tahun kita hidup dengan menggunakan KUHP yang tidak pasti," kata dia. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI