Komisi III Soroti Ada Disparitas Penuntutan Perkara ke Pihak Berseberangan dengan Penguasa

Senin, 14 Juni 2021 | 17:44 WIB
Komisi III Soroti Ada Disparitas Penuntutan Perkara ke Pihak Berseberangan dengan Penguasa
Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani. (Dok. DPR)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Anggota Komisi III Arsul Sani menyoroti terjadinya disparitas penuntutan perkara tindak pidana umum. Disparitas itu terjadi kepada mereka terdakwa yang diketahui berseberangan dengan pemerintah atau penguasa.

Arsul mengatakan perkara-perkara yang terjadi disparitas juga dimaknai publik berkaitan dengan kebebasan berekspresi dan hak berdemokrasi.

Contoh kasus disebutkan Arsul ialah mulai dari tuntutan terhadap Habib Rizieq Shihab, Ratna Sarumpaet, hingga Syahganda Nainggolan.

"Ini perkara-perkara ini dituntut maksimal 6 tahun, padahal saya melihat perkaranya yang didakwakan pasalnya sama. Kemudian dikaitkan dengan status penyertaannya pasal 55 itu juga sama," kata Arsul dalam rapat dengan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, Senin (14/6/2021).

Baca Juga: Tahanan Kejagung Positif Covid-19, Diduga Terpapar saat Dibesuk Keluarga

"Tapi tuntutannya beda kalau yang melakukan adalah bukan orang-orang yang dalam tanda kutip posisi politiknya berseberangan dengan pemerintah atau dengan penguasa," sambungnya.

Berbeda misalnya, kata Arsul, tuntutan terhadap perkara dengan terdakwa yang posisi politiknya tidak bersebrangan dengan pemerintah.

"Katakanlah soal perkara petinggi Sunda Empire."

"Itu tuntutanya 4 tahun," kata Arsul.

Disparitas itu yang menurut Arsul menjadi persoalan. Ia menilai akibatnya timbul kesan bahwa Kejaksaan Agung tidak sekadar merupakan alat negara, melainkan alat kekuasaan.

Baca Juga: KPK Sita Ferari F-12 Barrlinetta Milik Koruptor Asabri, Dilelang Dengan Harga Murah!

"Nah yang jadi soal juga ini kemudian menimbulkan kesan bahwa Kejaksaan Agung juga dalam tanda kutip tidak lagi murni menjadi alat negara yang melakukan penegakan hukum. Tapi juga menjadi alat kekuasaan dalam melakukan penegakan hukum," ujar Arsul.

Menanggapi Arsul, Burhanuddin memberikan jawaban. Ia berujar bahwa pihaknya baru melakukan perubahan di dalam pelaksanaan. Di mana Kejagung memberikan kewenangan untuk penuntukan ke daerah-daerah atau untuk tertentu.

"Dan ini adalah satu hal kelemahan bagaimana kita belum bisa mengawasi adanya disparitas ini, dan ini akan kami jadi program kami agar nanti Jampidum tidak terjadi lagi disparitas. Walaupun kami memberikan kewenangan ke daerah tetapi pengawasan ada tetap pada kita. Jangan sampai ada disparitas terjadi lagi," tuturnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI