Ingin RKUHP Segera Disahkan, Wamenkumham: Selama Ini Pakai yang Tak Pasti

Senin, 14 Juni 2021 | 12:13 WIB
Ingin RKUHP Segera Disahkan, Wamenkumham: Selama Ini Pakai yang Tak Pasti
Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Syarief Hiariej. (SuaraJogja.id/HO-Kanwil Kemenkumham DIY)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menganggap pentingnya revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) untuk disahkan. Sebab menurutnya Indonesia menggunakan KUHP yang tidak pasti selama hampir 76 tahun. 

Edward mengungkapkan bahwa KUHP yang tidak pasti itu berlaku di ruang-ruang sidang pengadilan selama ini. 

"Mengapa tidak pasti? UU Nomor 1 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, dia hanya menyatakan berdasarkan Pasal 2 aturan peralihan bahwa segala badan yang ada dan segala peraturan masih tetap berlaku sebelum diadakan yang baru menurut UUD ini," ungkap Edward saat menyampaikan sambutan dalam acara diskusi publik RUU Hukum Pidana yang disiarkan melalui YouTube Humas Ditjen AHU pada Senin (14/6/2021). 

Edward juga menerangkan kalau pemerintah tidak pernah menetapkan KUHP yang bakal digunakan. Karena selama ini ada dua KUHP yakni versi Prof. Moeljatno dan KUHP versi R. Soesilo. 

Baca Juga: Termasuk Delik Aduan, Presiden Tidak Usah Repot Lapor Penghinanya jika Dirasa Tak Perlu

Bisa saja dua versi KUHP tersebut malah dimanfaatkan oleh pengacara yang berniat 'nakal' dalam persidangan. Itu disampaikan Edward sebab ada perbedaan-perbedaan terjemahan yang sangat signifikan diantara dua versi KUHP tersebut. 

Semisal, dalam Pasal 110 KUHP tentang pemufakatan jahat. Kalau menurut versi Prof Moeljatno dikatakan pemufakatan jahat untuk melakukan makar sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 104 sampai 108 KUHP, dipidana dengan pidana yang sama dengan kejahatan itu dilakukan.

"Dipidana yang sama dengan kejahatan yang dilakukan itu berarti pidana mati," ujarnya. 

Sementara pasal 110 KUHP versi R Soesilo ialah kejahatan pemufakatan jahat sebagaimana yang tercantum Pasal 104 sampai Pasal 108 KUHP dipidana dengan pidana maksimal 6 tahun. 

"Ini perbedaan sangat signifikan. Satu pidana mati, satu 6 tahun. Ini serius. Belum lagi berbagai macam unsur, berbagai macam elemen dalam pasal-pasal yang digunakan," terangnya. 

Baca Juga: Aktivisme Borjuis: Kenapa Kelas Menengah Gagal Pertahanankan Demokrasi?

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI