Suara.com - Kelompok Kristen di Inggris menyerang sebuah drama yang menampilkan Yesus Kristus sebagai seorang wanita transgender dengan label 'sangat menyedihkan dan ofensif'.
Pertunjukan 'The Gospel According to Jesus, Queen of Heaven' yang dibawakan oleh dramawan transgender Jo Clifford ini menampilkan Yesus sebagai wanita transgender di masa sekarang.
Para kritikus memuji produksi panggung ini karena bisa membayangkan kembali dunia yang lebih toleran melalui penggambaran pesan cinta Kristiani.
Acara virtual bertema Pride oleh Education Institute of Scotland (EIS) akan menjadi tuan rumah berbagai seniman LGBTQ, termasuk Clifford yang akan menampilkan The Gospel According to Jesus, Queen of Heaven.
Baca Juga: Suami Ungkap Dirinya Transgender saat Bulan Madu, Pasangan Ini Siap Menikah Lagi
The Christian Institute, sebuah badan amal Kristen non-denominasi yang mengadvokasi 'kemajuan dan promosi agama Kristen di Inggris' merilis sebuah pernyataan yang mencela EIS karena menampilkan Clifford dalam acaranya.
"Drama ini dengan sengaja menggambarkan Yesus sebagai seorang wanita transgender dan memasukkan kata-kata ke dalam mulutnya yang tidak pernah dia katakan, salah mengartikannya," kata pendidik The Christian Institute, John Denning.
"Itu sangat menyedihkan dan menyinggung banyak orang Kristen yang menghargai dia dan ajarannya di atas segalanya."
Pertunjukan drama tersebut di Brasil, yang dibintangi oleh aktor transgender Renata Carvalho, disambut meriah sekaligus mendapat reaksi keras dari kelompok-kelompok Kristen di negara tersebut.
Pada tahun 2017, seorang hakim lokal memberikan perintah darurat untuk memblokir penampilan drama tersebut di negara bagian São Paulo. Pengadilan Kehakiman São Paulo kemudian memutuskan perintah itu inkonstitusional.
Baca Juga: 4 Potret Artis Transgender dan Pasangannya, Ada yang Masih Malu-malu
Meskipun telah menarik ulasan positif, The Gospel According to Jesus, Queen of Heaven telah lama menimbulkan kemarahan dari kelompok-kelompok Kristen.
Uskup Agung Glasgow Philip Tartaglia bereaksi terhadap drama itu dengan menyatakan "sulit membayangkan penghinaan yang lebih besar terhadap iman Kristen."