Suara.com - Untuk mengatasi kebakaran hutan dan lahan di Sumatera Selatan dan Jambi, Satuan Tugas Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Sumatera Selatan mengoperasikan pesawat pembom air (waterbombing) di titik api di Kabupaten Ogan Komering Ilir.
Seperti dikutip dari Antara Kepala Satgas Udara/Komandan Pangkalan TNI AU Sri Mulyono Herlambang (SMH), Kolonel Pnb Hernawan Widhianto, di Palembang, upaya waterbombing tersebut telah dilakukan dua kali.
“Kami menggunakan dua pesawat Rusia jenis Heli M1 untuk memadamkan api,” kata Hernawan.
Sejauh ini, lanjut Hernawan, dua unit pesawat pembom air juga telah bersiaga di Landasan Udara SMH Palembang.
Baca Juga: Cegah Karhutla, Teknologi Modifikasi Cuaca Mulai Beroperasi di Langit Sumsel
Meski demikian, penambahan untuk bisa dilakukan jika ada ada kebutuhan dan perkembangan kondisi terkini yang terjadi dala penanganan karhutla.
Namun, katanya, penambahan unit pesawat dapat dilakukan tergantung dengan kebutuhan dan kondisi terkini yang terjadi dalam penanganan karhutla.
Selain mengawal kegiatan pemadaman langsung melalui udara, Satgas Udara Karhutla Sumsel menjalankan program Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) sejak Kamis (10/6) hingga 15 hari mendatang.
Kegiatan menyemai garam di awan yang berpotensi hujan ini dilakukan di udara Sumsel hingga Jambi.
Sebagai informasi, setidaknya 10 ton garam sudah berada di gudang Posko Karhutla Lanud SMH untuk mendukung program TMC yang dipimpin Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Baca Juga: Jelang Belajar Tatap Muka Juli, Baru 65 Persen Guru Sumsel Divaksin COVID-19
Untuk itu, Satgas Udara menyiapkan satu unit pesawat Cassa C212 yang didatangkan dari Lanud Abdul Rachman Saleh berserta 11 personel.
“Kami siapkan 11 kru yang terdiri atas pilot-pilot berpengalaman yang biasa melakukan TMC dan mengoperasikan pesawat intai,” kata Hernawan.
Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan menetapkan status siaga darurat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) pada Maret 2021 atau lebih awal dibandingkan tahun lalu untuk lebih memaksimalkan mitigasi.
BMKG memperkirakan Sumsel akan memasuki puncak kemarau pada Agustus hingga Oktober 2021, sementara pada Juli 2021 sudah memasuki periode transisi dengan ditandai bertambahnya hari tanpa hujan.
Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Laksmi Dhewanti mengatakan TMC hingga kini masih dinyakini menjadi salah satu solusi untuk mengatasi karhutla yang cukup jitu.
Data dari BBPT diketahui TMC pada 2020 menghasilkan 2 miliar meter kubik air atau terjadi penambahan curah hujan hingga 60 persen dibandingkan secara alami.
Karena itu, TMC ini dilakukan kembali pada tahun ini sebagai upaya pencegahan karhutla, apalagi pada 2021 diperkirakan relatif lebih kering dibandingkan tahun lalu yang mengalami kemarau basah.
Untuk itu, KLHK mengandeng berbagai pihak terkait untuk melakukan TMC, yakni Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), TNI AU, BMKG, BNPB, dan Sinar Mas Group.
“Melalui upaya bersama ini diharapkan hujan dapat turun sehingga membasahi areal gambut yang sangat rawan terbakar saat musim kemarau,” kata dia.
Direktur APP Sinar Mas Soewarso mengatakan perusahaannya sangat mendukung upaya TMC ini sebagai salah satu langkah efektif pencegahan karhutla.
“Sebagai perusahaan yang berbisnis di sektor kehutanan tentunya kami memiliki tanggung jawab untuk menjaga kelestarian lingkungan, termasuk dari ancaman karhutla. TMC ini diharapkan dapat membasahi lahan gambut yang selama ini selalu terbakar saat musim kemarau,” kata Soewarso.
Sinar Mas sangat menyambut baik bahwa kegiatan ini melibatkan multipihak dengan mengandeng BPPT sebagai lembaga yang kompeten dalam teknologi TMC.