Suara.com - Satuan Tugas Penanganan Covid-19 meminta pemerintah daerah untuk mengawasi peredaran obat Ivermectin untuk pasien Covid-19.
Juru Bicara Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito menjelaskan, obat ini menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) harus sesuai resep dokter, tidak bisa dikonsumsi sembarangan.
"Sebagaimana yang disampaikan oleh BPOM bahwa kehati-hatian sangat diutamakan dalam menggunakan obat ini dan harus di bawah rekomendasi, berdasarkan observasi dan indikasi tertentu oleh dokter," kata Wiku dalam jumpa pers virtual, Jumat (11/6/2021).
"Mohon bagi daerah yang telah menerima bantuan Ivermectin memastikan penggunaannya sesuai dengan rekomendasi BPOM," tegasnya.
Baca Juga: Covid-19 Meroket Usai Lebaran, Satgas Beri Peringatan Keras ke Pemda di Jawa
Dia menegaskan hal ini bukan berarti pemerintah menutup diri dengan temuan obat Covid-19, namun perlu ada kajian yang lengkap dan saintifik terhadap setiap temuan.
"Untuk memastikan khasiat dan keamanan penggunaan Ivermectin dalam pengobatan covid-19 maka Balitbangkes Kemenkes RI akan segera melakukan studi lanjutan dengan melibatkan beberapa rumah sakit," jelas Wiku.
Sebelumnya, BPOM menyebut memang Ivermectin berpotensi jadi obat sekaligus mencegah Covid-19, namun ini obat keras dan tetap memerlukan data uji klinis yang lengkap untuk menjamin, keamanan, khasiat dan efektivitasnya.
"Ivermectin merupakan obat keras yang dibelinya harus dengan resep dokter dan penggunaannya di bawah pengawasan dokter," ujar BPOM, Kamis (10/6/2021).
Adapun Ivermectin terdiri dari kaplet 12 miligram, terdaftar di Indonesia untuk indikasi infeksi kecacingan (Strongyloidiasis dan Onchocerciasis). Ivermectin diberikan dalam dosis tunggal 150 hingga 200 mcg per kilogram Berat Badan, dengan pemakaian 1 (satu) tahun sekali.
Baca Juga: Melonjak 8.083 Kasus, Pasien Covid-19 Indonesia Kini Tembus 1.893.025 Orang
Ivermectin yang digunakan tanpa indikasi medis dan tanpa resep dokter dalam jangka waktu panjang dapat mengakibatkan efek samping, antara lain nyeri otot atau sendi, ruam kulit, demam, pusing, diare, penyakit, dan Sindrom Stevens-Johnson (kelainan langka pada kulit).
BPOM berjanji akan terus menyampaikan perkembangan penelitian pengobatan Covid-19, termasuk obat Ivermectin dan berkoordinasi dengan Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO.
Beberapa negara termasuk organisasi pengobatan Uni Eropa, EMA dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Amerika Serikat, FDA juga menyatakan Ivermectin untuk Covid-19 datanya masih sangat terbatas.