Revisi Pasal Karet UU ITE, Mahfud MD Ungkap Contoh-contoh Kasus

Jum'at, 11 Juni 2021 | 17:15 WIB
Revisi Pasal Karet UU ITE, Mahfud MD Ungkap Contoh-contoh Kasus
Menko Polhukam Mahfud MD. (Dok Kemenko Polhukam)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengungkap pasal-pasal karet dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang akan direvisi.

Mahfud mengatakan, terdapat 4 pasal yang bakal direvisi yakni Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, dan Pasal 36.

Mahfud menyebut revisi terbatas itu sifatnya semantik dari sudut redaksional, tetapi uraian-uraiannya subtansif. 

Mahfud lantas mencontohkan pada Pasal 27 Ayat 1 UU ITE yang berbunyi "setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektrobuk dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan."

Baca Juga: Pasal Baru UU ITE Rentan Disalahgunakan, Koalisi Serius Desak Pemerintah Mencabutnya

Ia menjelaskan, perubahaan yang bakal dilakukan adalah pelaku dapat dijerat oleh pasal tersebut adalah pihak yang memiliki niat menyebarluaskan untuk diketahui oleh umum suatu konten kesusilaan. 

"Kalau orang cuma bicara mesum, saling kirim gambar, membuat gambar-gambar melalui elektronik itu tetapi dia bukan penyebarnya, itu tidak apa-apa," kata Mahfud dalam konferensi persnya yang disiarkan melalui YouTube Kemenko Polhukam, Jumat (11/6/2021). 

"Apakah itu tidak dihukum? Dihukum tapi bukan UU ITE, itu ada UU-nya sendiri. Misalnya UU Pornografi," tambahnya. 

Kemudian contoh kedua yakni terkait pencemaran nama baik dan fitnah yang diatur dalam Pasal 27 Ayat 3.

Dalam usul revisi nantinya bakal dibedakan norma antara pencemaran nama baik dan fitnah, sesuai putusan MK nomor 50 PUU/VI/2008. Termasuk perubahan ancaman pidananya diturunkan.

Baca Juga: Menko Polhukam Mahfud MD : Jalinlah Hubungan Baik Dengan Ulama

Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu lantas mencontohkan, semisal ada informasi kalau dirinya memiliki banyak tato di punggung karena dulunya anggota preman. 

Informasi itu lantas diverifikasi hanya hasilnya tidak terbukti, maka itu termasuk  fitnah. Akan tetapi, kalau memang informasi itu benar, maka akan masuk ke dalam kategori pencemaran nama baik. 

Menurutnya, kedua hal itu bisa dibawa ke jalur hukum. 

"Apa bisa dihukum? Dihukum meskipun tidak terbukti ada. Kalau tidak terbukti pasti fitnah. Kalo ada tetapi saya tidak senang berita itu didengar orang lain, itu bisa dihukum juga," tuturnya. 

Di samping itu, Mahfud juga menuturkan adanya delik aduan di mana pihak yang berhak menyampaikan pengaduan dalam tindak pidana pencemaran, fitnah, menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menggunakan sarana ITE hanyalah korban. 

"Ini sudah masuk di dalam surat edaran kapolri, hanya korban yang boleh menyampaikan pengaduan," tuturnya. 

"Jadi kalau misalnya ada orang menghina seorang profesor, menyangkut pribadi, itu besok yang boleh mengadu profesor atau kuasa hukum yang resmi ditunjuk, orang lain yang tidak ada kaitannya lalu ngadu sendiri itu enggak bisa," tambah Mahfud. 

Lanjut kepada contoh Pasal 27 Ayat 4 soal pemerasan atau pengancaman. Dalam usul revisinya dipertegas dengan menguraikan unsur ancaman pencemaran, ancaman akan membuka rahasia, memaksa seseorang supaya memberikan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaaan orang tersebut. 

Atau misalnya kepunyaan orang lain supaya membuat pernyataan hutang, membuat penghapusan piutang, untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik dan dokumen elektronik. 

"Itu yang dimaksud dengan ancaman pemerasan," tuturnya. 

Isi dari pasal tersebut nantinya bakal diurai supaya tidak menjadi pasal karet. 

Sementara yang terakhir adalah soal ujaran kebencian dalam UU ITE. Normanya hanya menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu atau kelompok masyarakat berdasar SARA. 

Dalam revisinya nanti diusulkan untuk dipertegas dengan norma, sehingga bukan hanya menyebarkan masalah SARA, tetapi menghasut, mengajak, atau memengaruhi. 

"Jadi ada kata menghasut, mengajak, atau memengaruhi ketika dia menyebarkan informasi itu. Kalau cuma menyebarkan tanpa niat ini tidak bisa, kita usulkan begitu."

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI