Psikolog Forensik Apresiasi Pemberantasan Preman di Pelabuhan Tanjung Priok

Jum'at, 11 Juni 2021 | 14:20 WIB
Psikolog Forensik Apresiasi Pemberantasan Preman di Pelabuhan Tanjung Priok
Polda Metro Jaya saat merilis kasus pungutan liar alias pemalakan terhadap sopir kontainer di Tanjung Priok. (dok polisi)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Polisi menangkap 49 pelaku kasus pungutan liar terhadap sopir kontainer di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Puluhan pelaku merupakan preman hingga karyawan operator crane JICT.

Ahli psikologi forensik Reza Indragiri mengapresiasi langkah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Langkah ini diambil setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghubungi Listyo dan memerintahkan untuk menindak para pelaku.

Meski demikian, Reza meniai bahwa atensi dari Presiden tidak hanya terarah ke satu kota saja.

Baca Juga: 24 Orang Diamankan Usai Jokowi Perintahkan Kapolri Berantas Pungli di Jakut

Sebab, gejolak premanisme dan pungli berlangsung di banyak tempat dengan skala yang berbeda-beda.

"Tapi bolehlah kita berharap bahwa atensi dari pejabat selevel presiden tidak hanya terarah ke satu kotamadya. Apalagi tidak sulit untuk melihat betapa premanisme dan pungli berlangsung di mana-mana dengan skala yang berbeda," ungkap Reza dalam keterangan tertulis yang diterima Suara.com, Jumat (11/6/2021).

Reza juga teringat dengan pernyataan eks Kapolri Jenderal (Purn) Sutanto dan Wakapolri Komjen (Purn) Syafruddin ihwal pemberantasan premanisme.

Dari Sutanto, Reza mengutip jika premanisme tidak hanya di satu dua daerah tingkat dua, tapi di banyak tempat seindonesia.

Sementara dari Syafruddin, Reza mengutip soal fakta bahwa pemberantasan premanisme sebetulnya mudah. Namun, pada faktanya tidak mudah menyapu bersih premanisme dan palakisme sebagai street crime.

Baca Juga: Jokowi Telepon Kapolri: Banyak Sopir Kontainer Dipalak Preman, Tolong Diselesaikan!

Atas hal itu, Reza berpendapat jika kesulitan menyapu bersih hal tersebut lantaran premanisme tidak lagi bekerja secara individu. Namun, mereka telah menjelma sebagai kejahatan terorganisasi.

"Dengan pemikiran seperti itu, maka penting ditelusuri adakah eksekutornya, adakah bosnya, bahkan mungkin adakah pelindungnya yang bekerja sebagai oknum aparat," sambungnya.

Lanjut Reza, tidak cukup hanya unit Reserse Kriminal saja yang bergerak. Unit Intel juga harus diperbanyak dan memperluas melakukan pemetaan di lapangan.

"Konsekuensinya, tidak cukup reskrim yang bekerja di lapangan. Unit intel juga perlu memperluas endusannya. Bahkan unit internal pun patut mengecek ada tidaknya personel yang nakal di balik premanisme itu," papar Reza.

Lebih lanjut, Reza menilai jika efek jera juga harus diberikan kepada para pelaku premanisme. Hal itu nanrinya akan menjaga konsistensi dalam melakukan pemberantasan di lapangan.

"Efek gentar sekaligus efek jera baru muncul kalau unsur keajegan juga terealisasi. Jadi, kecepatan dalam menindak premanisme dan palakisme harus dijaga konsistensinya. Tidak hanya di Jakarta Utara. Tidak hanya kali ini. Dan, tentu saja, tidak hanya berdasarkan telepon presiden."

Polres Metro Jakarta Utara sebelumnya mengamankan 24 preman. Mereka diduga kerap melakukan pungutan liar terhadap sopir truk kontainer.

Penangkapan terhadap para pelaku berawal atas adanya keluhan masyarakat terhadap Presiden Joko Widodo alias Jokowi.

Selanjutnya, Jokowi menghubungi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan memerintahkan untuk menindak para pelaku.

"Kami periksa secara intensif dari dua lokasi. Satunya di depo PT Greeting Fortune Container (GFC), satunya lagi di depo PT Dwipa Kharisma Mitra Jakarta," kata Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Guruh Arif Darmawan saat dihubungi wartawan di Jakarta, Kamis (10/6/2021) malam.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI