Bahan Pokok Diwacanakan kena Pajak, Pedagang: Pemerintah Mengada-ngada

Kamis, 10 Juni 2021 | 20:31 WIB
Bahan Pokok Diwacanakan kena Pajak, Pedagang: Pemerintah Mengada-ngada
Pedagang bahan pokok di salah satu kios yang ada di Pasar Palmerah Jakbar. [Suara.com/Yaumal]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pedagang bahan pokok di Pasar Palmerah, Jakarta Barat kecewa dengan wacana pemerintah yang bakal mengenakan pajak terhadap sejumlah bahan kebutuhan utama masyarakat.

Pasalnya, mereka mengaku sudah sangat berat bertahan pada masa pandemi Covid-19, dan tiba-tiba dihadapkan dengan wacana pajak yang dikenakan untuk bahan pokok.

Seorang pedagang bahan pokok Lena meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kembali rencana itu. Dia mengatakan, seharusnya pemerintah mendatangi pedagang pasar untuk mendengar aspirasi mereka. 

“Turun dulu ke lapangan, ditanya-tanya pedagang, pembeli. Kan nggak susah ya, satu pasar, dua pasar, ke beberapa pasar. Jangan hanya satu pasar,” katanya saat ditemui Suara.com di Pasar Palmerah, Kamis (10/6/2021). 

Baca Juga: Keras! Pedagang Pasar Serpong Tolak Rencana PPN Sembako: Bakal Imbas ke Warga

Dia khawatir dengan kebijakan itu akan mempengaruhi angka penjualannya. Karena, jika dikenakan pajak tentunya berdampak pada harga sembako yang mereka jual. 

“Kasihannya sih pembeli, kena pajak lagi, sudah harga tinggi kena pajak lagi. Nggak banyak yang beli nanti otomatis. Kasihan ke pembeli kami juga, dikenakan pajak juga dong,” ujar Lena.   

“Kalau kami kasih pajak ke pembeli, mereka mau beli nggak? Kalau kami nggak kenakan pajak, berat di kami dong. Itu pasti toko mikirin tuh kalau ada pajak,” sambungnya. 

Karenanya, dia pun menyayangkan wacana kebijakan itu diambil saat pandemi Covid-19 yang membuat mereka harus gigit jari, karena berkurangnya penjualannya. 

“Keputusannya terlalu mengada-mengada. Pemerintahnya saja mikir. Maksudnya pikir-pikir dulu deh. Jangan sampai salah gitu loh. Ekonomi bukan malah membaik malah makin hancur,” ujarnya. 

Baca Juga: Wacana Pajak Sembako, Ibu-ibu di Pontianak Menjerit

Sementara itu, penolakan keras juga datang dari pedagang telur di Pasar Palmerah, Ari Nainggolan. Dia mempertanyakan kenapa harus mereka para pedagang kecil yang dikenakan pajak. 

“Kenapa kami yang kecil ini mau dipajakin, apa nggak ada investor (sektor ekonomi lain) yang bisa dikenakan pajak. Untuk saya pribadi, pada masa pandemi Covid-19 jangan dulu lah,” katanya. 

Ari pun menuturkan selama pandemi ini angka penjualan sangat menurun drastis, sampai 50 persen lebih. 

“Selama pandemi ini jauh berkurang, makanya saya bilang kalau dinaikkan ketika kondisi kayak gini kalau dikenakan pajak tidak cocok lah,” ujarnya.

Sementara itu, seorang pembeli di Pasar Palmerah Tri, yang biasa berbelanja untuk kebutuhan warung makannya, menolak bahan pokok dikenakan pajak. Menurutnya, pemerintah seharusnya berupaya menurunkan harga bukan sebaliknya. 

Kata dia, jika bahan sembako dikenakan pajak, harga belinya juga akan naik. Sehingga berdampak pada harga makanan yang dijualnya. 

“Nggak setuju, sudah susah nyari duit, harga mahal dijual nggak laku. Jadi cari untung susah. Kalau bisa jangan dikenakan pajak, karena ekonomi susah ini,” ujarnya. 

Seperti diketahui Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana menambah objek pajak untuk menambah pundi-pundi pendapatan negara.

Salah satu yang sedang dibahas adalah menjadikan bahan pokok atau sembako sebagai obyek pajak pertambahan nilai (PPN). Selain itu juga pada barang hasil pertambangan atau pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya.

Hal ini akan tertuang dalam perluasan objek PPN yang diatur dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang bakal segera dibahas bersama DPR pada tahun depan.

Rencana pengenaan pajak sembako diatur dalam Pasal 4A draf revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983. 

Dalam draf beleid tersebut yang dikutip Rabu (9/6/2021) barang kebutuhan pokok serta barang hasil pertambangan atau pengeboran dihapus dalam kelompok jenis barang yang tidak dikenai PPN. 

Barang tersebut meliputi beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan, dan gula konsumsi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI