Suara.com - Anggota DPR dari Fraksi PKS, Netty Prasetiyani Aher meminta pemerintah membatalkan rencana pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk barang kebutuhan pokok. Menurutnya, pemerintah seharusnya peka dengan kondisi ekonomi masyarakat saat ini.
Sehingga pemerintah diminta untuk tidak menguji kesabaran dengan merencanakan kebijakan tidak pro rakyat, semisal pengenaan PPN untuk sembako.
"Berhentilah menguji kesabaran rakyat dengan membuat kebijakan yang tidak masuk akal," kata Netty kepada wartawan, Kamis (10/06/2021).
Kebijakan pajak untuk sembako disebut tidak masuk akal lantaran hanya menambah beban rakyat. Terlebih di kondisi pandemi Covid-19.
Baca Juga: Pemerintah Rencana Naikkan PPN Sembako, Netizen: Makasih Udah Bikin Tercekik!
Netty mengatakan saat ini banyak masyarakat yang hidup susah karena penghasilan menurun bahkan kehilangan pekerjaan, daya beli masyarakatpun ikut merosot. Dengan pengenaan PPN, harga sembako bakal mengalami kenaikkan dari sebelumnya.
Tentunya kata Netty kenaikkan harga kebutuhan pokok itu semakin membebani masyarakat yang sedang terengah-engah karena dampak pandemi.
"Ini kebijakan yang tidak pro-rakyat," kata Netty.
Marena itu Netty meminta pemerintah berpikir keras untuk mencari sumber pendapatan negara, di luar pengenaan PPN untuk sembako.
"Jangan cari cara mudahnya saja. Apakah pemerintah sudah tidak tahu lagi cara mencari sumber pendapatan negara kecuali dengan menarik pajak dari rakyat? Sembako pun dipajaki dan dinaikkan nilai pajaknya," kata Netty.
Baca Juga: Ibu-ibu, Nanti Beli Sembako dan Sayur Kena Pajak Yah...
PPN Sembako Masih Dibahas
Pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana untuk menambah objek pajak untuk menambah pundi-pundi pendapatan negara. Salah satu hal yang sedang dibahas adalah menjadikan bahan pokok atau sembako sebagai obyek pajak pertambahan nilai (PPN).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Neilmaldrin Noor mengatakan hingga saat ini wacana tersebut masih dalam tahap penggodokan bersama-sama dengan pihak terkait.
"Perlu kami sampaikan bahwa sampai saat ini rancangan mengenai tarif PPN dan skema yang mengikutinya masih menunggu pembahasan," kata Neil saat dihubungi suara.com, Rabu (9/6/2021).
Sementara itu, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Perpajakan Yustinus Prastowo mengatakan, tak ada negara mana pun di dunia ini tak butuh uang, apalagi ditengah pandemi Covid-19. Namun, kata dia, pemerintah sendiri tidak akan membabi buta dalam mengambil kebijakan terkait perpajakan
"Tapi kok sembako dipajaki? Pemerintah kalap butuh duit ya? Kembali ke awal, nggak ada yang tak butuh uang, apalagi akibat hantaman pandemi. Tapi dipastikan pemerintah tak akan membabi buta. Konyol kalau pemulihan ekonomi yang diperjuangkan mati-matian justru dibunuh sendiri. Mustahil!" kata Yustinus dalam akun Twitter miliknya, Rabu (9/6/2021), Suara.com sudah diberi izin untuk mengutipnya.
Dia bilang pemerintah tidak bakal terburu-buru dalam membuat kebijakan pengenaan pajak dari setiap pembelian sembako.
"Maka sekali lagi, ini saat yang tepat merancang dan memikirkan. Bahwa penerapannya menunggu ekonomi pulih dan bertahap, itu cukup pasti. Pemerintah dan DPR memegang ini," ucapnya.
Dia pun menuturkan, pengenaan pajak untuk barang hasil produk pertanian sebetulnya sudah dikenakan pajak sebesar 1 persen, tapi menurut banyak masyarakat yang belum tahu soal ini.
"Saat ini pun barang hasil pertanian dikenai PPN 1 persen. Beberapa barang/jasa juga demikian skemanya agar ringan," ucapnya.
"Mohon terus dikritik, diberi masukan, dan dikawal. Ini masih terus dikaji, dipertajam, dan disempurnakan. Pada waktunya akan dibahas dengan DPR. Jika disetujui, pelaksanaannya memperhatikan momen pemulihan ekonomi. Kita bersiap untuk masa depan yang lebih baik," tambahnya.
Pemerintah akan mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap barang kebutuhan bahan pokok, selain itu juga pada barang hasil pertambangan atau pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya.
Hal ini akan tertuang dalam perluasan objek PPN yang diatur dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang bakal segera dibahas bersama DPR pada tahun depan.
Rencana pengenaan pajak sembako diatur dalam Pasal 4A draf revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983.
Dalam draf beleid tersebut yang dikutip Rabu (9/6/2021) barang kebutuhan pokok serta barang hasil pertambangan atau pengeboran dihapus dalam kelompok jenis barang yang tidak dikenai pajak pertambahan nilai (PPN).
Barang tersebut meliputi beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan, dan gula konsumsi.
Sedangkan hasil pertambangan dan pengeboran yang dimaksud seperti emas, batubara, hasil mineral bumi lainnya, serta minyak dan gas bumi.
Saat ini, tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi paling rendah 5 persen (lima persen) dan paling tinggi 15 persen (lima belas persen).
Perubahan tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah setelah disampaikan oleh pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk dibahas dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.