Suara.com - Politikus Partai Gelora Fadli Zon mengkritik tajam pengelolaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Kritikan ini dilayangkan setelah PT Garuda Indonesia Tbk (Persero) disebut berada di ambang kebangkrutan.
"BUMN kita tersungkur akibat beban penugasan dan joroknya tata kelola," kritik Fadli Zon di Twitter seperti dikutip oleh Suara.com, Kamis (10/6/2021).
Fadli Zon membeberkan utang Garuda Indonesia yang sudah menggunung. Maskapai penerbangan yang sudah 72 tahun berdiri itu tercatat memiliki utang sebesar Rp70 triliun.
"Saat ini Garuda tercatat memiliki utang US$4,9 miliar dolar, atau setara Rp70 triliun. Angka tersebut meningkat sekitar Rp1 triliun setiap bulannya jika Garuda terus menunda pembayaran kepada pemasok (lessor)," jelas Fadli Zon.
Baca Juga: Audi Sampaikan Niatan Melakukan Perakitan Lokal
"Selain utang menggunung, Garuda @IndonesiaGaruda juga terlilit kerugian yang cukup besar. Saat ini, operational cost Garuda tiap bulan mencapai US$150 juta, padahal pendapatannya hanya tinggal US$50 juta. Artinya, tiap bulan perusahaan pelat merah ini merugi sekitar US$100 juta," lanjutnya.
Selain Garuda, Fadli Zon juga memberkan situasi perusahaan pelat merah lainnya, yakni PLN. Ia menyebut utang PLN saat ini sudah mengkhawatirkan karena menembus Rp500 triliun.
"Enam tahun lalu, utang PLN hanya di bawah Rp20 triliun. Namun, hanya dalam satu periode kekuasaan, utang PLN telah meroket menjadi Rp500 triliun," terang Fadli Zon.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ini menyebut utang itu tidak bisa hanya menyalahkan kondisi pandemi Covid-19 saja. Menurutnya, tata kelola BUMN yang berantakan juga menjadi faktor meruginya sejumlah perusahaan pelat merah.
"Meski kabar buruk tadi meruak di tengah pandemi, namun sayangnya kita tak bisa menyalahkan pandemi. Sebab, sejak sebelum pandemipun, utang dan kinerja BUMN kita telah mendapat sorotan dari berbagai lembaga internasional dan pemeringkat utang," tegas Fadli.
Baca Juga: Tren SUV Meningkat, Ini Alasan Audi Tetap Luncurkan Sedan di Indonesia
"Terlalu banyaknya penugasan Pemerintah, terutama BUMN Karya, yang melebihi kemampuan keuangan perusahaan; warisan inefisiensi organisasi; ditambah dengan penunjukan direksi dan komisaris BUMN yang dilakukan secara tak profesional karena tidak didasarkan pada faktor kompetensi; telah membuat BUMN berada di tubir jurang kebangkrutan," kritiknya.
Lebih lanjut Fadli Zon mengatakan pemerintah hanya fokus terhadap pembangunan infrastruktur. Hal ini tidak diimbangi dengan kemampuan BUMN yang harus menanggung beban utang tinggi.
"Selain masalah tata kelola dan profesionalitas, masalah lain yang telah mendorong BUMN kita berada di jurang kebangkrutan adalah kesalahan Pemerintah dalam memandang dan menempatkan BUMN," kata Fadli Zon.
"Selama ini BUMN ditempatkan sebagai unit bisnis. Karena dimiliki oleh Pemerintah dan mengelola sektor-sektor strategis, BUMN jadi dilihat sebagai perusahaan gigantik. Akibatnya, BUMN kita terus-menerus dikerubuti oleh semut-semut kepentingan yang ingin mengais rezeki," lanjutnya.