Suara.com - Pasal penghinaan presiden kembali menjadi sorotan sejak draft RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) kembali dibahas. Pasal tentang penghinaan presiden dan wakil presiden kembali muncul dalam draft RUU KUHP versi terbaru yang dibuat oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
Padahal tahun 2006 lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 pernah membatalkan pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dalam KUHP. Saat itu, MK menilai Pasal 134, Pasal 136, dan Pasal 137 KUHP bisa menimbulkan ketidakpastian hukum karena tafsirnya yang amat rentan manipulasi.
Pasal Penghinaan Presiden
Berikut pasal-pasal yang dimaksud sebagai pasal penghinaan presiden dan kemudian menimbulkan polemik. Dalam draf RKUHP yang beredar, aturan terkait dengan penghinaan terhadap presiden/wakil presiden diatur dalam BAB II Pasal 217—219
Baca Juga: Sempat Ditanya Mahfud MD Soal Pasal Penghinaan Presiden, Jokowi: Terserah Legislatif
- Pasal 217 disebutkan bahwa setiap orang yang menyerang diri Presiden atau Wakil Presiden yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana yang lebih berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
- Pasal 218, Ayat (1) menyebutkan setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV. Ayat (2) disebutkan bahwa tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.
- Pasal 219 disebutkan bahwa setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV.
- Pasal 220 Ayat (1) disebutkan bahwa tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 218 dan Pasal 219 hanya dapat dituntut berdasarkan aduan. Ayat (2) disebutkan bahwa pengaduan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dapat dilakukan secara tertulis oleh Presiden atau Wakil Presiden.
Fakta Menarik Pasal Penghinaan Presiden
Ada beberapa fakta menarik soal pasal penghinaan presiden, antara lain:
1. Pernah dibatalkan
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pasal penghinaan presiden ini pernah dibatalkan. Perhatikan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 013-022/PUU-IV/2006, yang pada pokoknya membatalkan pasal penghinaan Presiden dan Wakil Presiden dalam KUHP.
2. Diajukan oleh Kemenkumham
Baca Juga: PWNU DKI Soal Pasal Penghinaan Presiden: Jangan Jadi Orang Besar Kalau Tak Mau Dihina!
Jajaran kementerian Kemenkumham adalah pihak yang membuat draft RUU yang mengandung pasal penghinaan presiden. Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly menjelaskan alasan pemerintah tetap memasukkan pasal penghinaan presiden dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) terbaru sebagai upaya untuk menjaga etika masyarakat terhadap kepala negara.
3. Draft RUU terbaru dikatakan berbeda dengan yang pernah dibatalkan oleh MK
Kemenkumham mengungkap pasal terkait penghinaan presiden dalam RUU terbaru berbeda dengan yang telah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi. Melalui putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006, MK pernah membatalkan pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Contoh perbedaanya sebagai berikut:
- Bunyi Pasal 134 yang telah dicabut MK
Penghinaan yang dilakukan dengan sengaja terhadap presiden atau wakil presiden diancam dengan pidana paling lama enam tahun, atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. - Draft RKUHP, Pasal 262
Setiap orang yang menyerang diri presiden atau wakil presiden yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana yang lebih berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.
Polemik Pasal Penghinaan Presiden
Pasal penghinaan menjadi polemik karena beberapa hal berikut ini:
1. Sebagai senjata pihak-pihak tertentu untuk menakut-nakuti masyarakat
Hal ini pernah terjadi pada masa pemerintahan Soekarno dan Soeharto. Pasal pelarangan itu merupakan warisan Belanda yang kemudian dicabut oleh Mahkamah Konstitusi pada 2006 dengan pertimbangan pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945.
Dalam usulan RUU KUHP, ada kesan pemerintah kembali berusaha menghidupkan pasal pelarangan penghinaan terhadap Presiden dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.
2. Pemerintah diberi otoritas untuk mengatur ekspresi masyarakat
Jika RUU KUHP diresmikan, ini seolah-olah memberikan kuasa kepada pemerintah untuk mengatur ekspresi masyarakat kepada pemerintahan dan kepala negara. Hal itu tersirat dalam Pasal 284, berbunyi "Setiap orang yang dimuka umum melakukan penghinaan terhadap pemerintah yang sah yang berakibat terjadinya keonaran dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama (3) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV."
Dan juga dalam Pasal 285, berbunyi "Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukan, atau menempelkan tuisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman, sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penghinaan terhadap pemerintah yang sah dengan maksud agar isi penghinaan diketahui umum yang berakibat terjadinya keonaran dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV."
Itulah penjelasan lengkap terkait isu pasal penghinaan presiden. Mulai dari isi pasal-pasal yang dipermasalahkan, fakta menarik hingga polemik yang muncul.
Kontributor : Mutaya Saroh