Suara.com - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menceritakan dirinya pernah bertanya kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi apakah pasal penghinaan kepala negara perlu untuk masuk Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Saat itu, Jokowi melemparkannya kepada wewenang legislatif.
Pertanyaan Mahfud tersebut dilontarkan ke Jokowi ketika dirinya belum menjadi Menko Polhukam. Pasal penghinaan presiden dan wakil presiden kala itu menjadi perdebatan apakah krusial untuk masuk ke dalam KUHP.
"Jawabnya (Jokowi), 'terserah legislatif, mana yang bermanfaat bagi negara'," kata Mahfud melalui akun Twitter @mohmahfudmd pada Rabu (9/6/2021).
Lebih lanjut, Jokowi menerangkan kalau ada tidaknya pasal tersebut tidak akan mengubah keadaan. Di mana Jokowi akan tetap mendapatkan hinaan tetapi dirinya tidak pernah membawanya ke jalur hukum.
Baca Juga: Nadiem Makarim Luruskan Pernyataan Jokowi Soal Sekolah Tatap Muka Terbatas
"Kalau bagi saya pribadi, masuk atau tak masuk sama saja toh saya sering dihina tapi tak pernah memperkarakan," tulis Mahfud mengulangi perkataan Jokowi.
Mendengar jawaban itu, Mahfud lantas menyimpulkan bahwa Jokowi selaku presiden menyerahkan putusan masuk atau tidaknya pasal penghinaan kepada legislatif asal berdampak baik untuk negara.
"Tapi bagi Pak Jokowi sebagai pribadi masuk atau tidak sama saja, sering dihina juga tak pernah mengadu atau memperkarakan."
Mengutip dari Antara, dalam draf RKUHP yang beredar, aturan terkait penghinaan terhadap presiden/wapres diatur dalam BAB II Pasal 217—219.
Pasal 217 disebutkan bahwa setiap orang yang menyerang diri presiden/wapres yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana yang lebih berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun.
Baca Juga: Temui Ma'ruf, Mahfud MD Lapor Persiapan Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Papua
Pasal 218 Ayat (1) disebutkan bahwa setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden/wapres dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV.
Ayat (2) menyebutkan tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.
Pasal 219 disebutkan bahwa setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap presiden/wapres dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV.
Pasal 220 Ayat (1) disebutkan bahwa tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 218 dan Pasal 219 hanya dapat dituntut berdasarkan aduan.
Ayat (2) disebutkan bahwa pengaduan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dapat dilakukan secara tertulis oleh presiden/wapres.