PWNU DKI Soal Pasal Penghinaan Presiden: Jangan Jadi Orang Besar Kalau Tak Mau Dihina!

Kamis, 10 Juni 2021 | 05:20 WIB
PWNU DKI Soal Pasal Penghinaan Presiden: Jangan Jadi Orang Besar Kalau Tak Mau Dihina!
Presiden RI Joko Widodo dan Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin bersama para penerima Bantuan Presiden Produktif bagi pelaku usaha mikro yang disalurkan BNI di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (24/8/2020). [dok]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Wakil Katib Syuriyah PWNU DKI Jakarta, Taufik Damas, turut mengomentari adanya pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dalam draf RKUHP yang beredar di tengah masyarakat.

Taufik menyindir kepada sosok presiden. Menurutnya lebih baik tidak menjadi orang besar apabila enggan mendapatkan hinaan.

Ia mengungkapkan hal tersebut lantaran menganggap pasal penghinaan presiden dan wakil presiden berpotensi menjadi pasal karet. Saking bahayanya, ia meminta agar kepala negara bisa memikirkan ulang untuk mencantumkan pasal tersebut.

"Pasal karet itu serem, pak. Coba deh direnungkan baik-baik pakai akal sehat, jangan pakai nafsu," kata Taufik dalam akun Twitternya @TaufikDamas pada Rabu (9/6/2021).

Baca Juga: Habiburokhman Usul Pasal Penghinaan Presiden Dialihkan ke Perdata: Saya Benci Pasal Ini

Taufik juga mengingatkan kepada sosok presiden kalau jabatan itu tidak berlaku selamanya.

"Jadi presiden itu tidak selamanya, dan menang pun tidak selamanya. Pikir baik-baik," ujarnya.

Dengan begitu ia meminta supaya pasal tersebut bisa segera dihilangkan.

Selain itu ia juga memberi masukan untuk tidak perlu menjadi orang besar kalau memang tidak bisa menerima hinaan.

"Tolak pasal yang sangat mungkin jadi pasal karet. Kalau tidak mau dihina, jangan jadi orang besar!."

Baca Juga: Ingatkan Karma Pasal Hina Presiden, Gus Nadir: Kekuasaan Itu Gak Selamanya

Dikutip dari Antara, dalam draf RKUHP yang beredar, aturan terkait penghinaan terhadap presiden/wapres diatur dalam BAB II Pasal 217—219.

Pasal 217 disebutkan bahwa setiap orang yang menyerang diri presiden/wapres yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana yang lebih berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun.

Pasal 218 Ayat (1) disebutkan bahwa setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden/wapres dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV.

Ayat (2) menyebutkan tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.

Pasal 219 disebutkan bahwa setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap presiden/wapres dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV.

Pasal 220 Ayat (1) disebutkan bahwa tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 218 dan Pasal 219 hanya dapat dituntut berdasarkan aduan.

Ayat (2) disebutkan bahwa pengaduan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dapat dilakukan secara tertulis oleh presiden/wapres.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI