"Gak bisa. Kebebasan itu, sebebas-bebasnya bukan sebuah kebebasan, itu anarki."
"Wah demokrasi liberal, memang arah kita mau ke sana. Free for all, all for free. Saya kira kita harus ada batas-batas yang harus kita jaga sebagai masyarakat Indonesia yang beradab," kata Yasonna.
Yasonna berujar penghinaan yang menjatuhkan harkat dan martabat tidak bisa dibiarkan, apalagi itu ditujukan untuk menyerang secara personal, bukan sebagai pejabat publik.
Yasonna mencontohkan dirinya mengaku tidak masalah jika ada kritik terhadap dirinya sebagai Menteri Hukum dan HAM. Tetapi menjadi berbeda jika ada penghinaan terhadap dirinya secara pribadi, terlepas dari jabatan yang ia emban.
Hal yang sama itu dikatakan Yasonna berlaku kepada kepala negara dalam hal ini presiden dan wakil presiden.
"Mengkritik presiden itu sah, kritik kebijakan sehebat-hebatnya kritik. Bila tidak puas ada mekanisme konstitusi. Tapi sekali soal personal, yang kadang-kadang dimunculkan, presiden kita dituduh secara personal dengan segala macam isu itu dia tenang-tenang saja," kata Yasonna.
Yasonna berujar kendati Jokowi selaku Presiden RI saat ini mengaku tidak masalah dengan keberadaan pasal terkait, tetapi Yasonna mengatakan penghinaan tidak boleh dibiarkan terjadi kepada presiden mendatang.
"Tapi apa kita biarkan presiden yang akan datang digituin? Mungkin saja satu di antara kita jadi presiden," kata Yasonna.
Minta Dicabut
Baca Juga: Ada Pasal Penghinaan Presiden di RKUHP, Menkumham Sebut Beda dengan Putusan MK
Anggota Komisi III DPR Fraksi Demokrat Santoso meminta Yasonna mencabut pernyataannya ihwal "Bos Pak Benny", kendati hal itu merupakan sebuah candaan.