Suara.com - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly berkelakar kepada Anggota Komisi III DPR Fraksi Demokrat Benny K Harman yang menyatakan, jika bos ketua umum partai berlambang bintang mercy masih lama menjadi presiden.
Lontaran senada juga dilakukan Yasonna kepada Anggota Komisi III Fraksi Gerindra Habiburokhman.
Politis PDI Perjuangan itu pun mengandaikan bila ke depan, bos dari Habiburokhman di partai bukan tidak mungkin menjadi presiden. Diketahui, bos dari Benny di partai yang dimaksud ialah Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono. Sedangkan bos dari Habiburokhman, yakni Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto.
Kelakar yang disampaikan Yasonna sendiri sebenarnya berkaitan dengan pasal penghinaan presiden di dalam RKUHP.
Baca Juga: Ada Pasal Penghinaan Presiden di RKUHP, Menkumham Sebut Beda dengan Putusan MK
Yasonna berpandangan, jika keberadaan pasal tersebut tidak hanya ditujukan untuk Jokowi selaku presiden yang menjabat saat ini, melainkan Presiden RI mendatang.
Sementara itu, alasan kelakar yang ditujukan kepada Habiburokhman dan Benny K Harman, menurutnya, lantaran sebelumnya kedua politisi tersebut ikut menyoroti keberadaan pasal penghinaan presiden, dalam sesi pendalaman di rapat kerja Komisi III.
"Tapi apa kita biarkan presiden yang akan datang digituin? Mungkin saja satu di antara kita jadi presiden. Atau bos Habib, kita biarkan itu? Kalau bos Pak Benny masih lama barangkali. Misalnya, contoh, iya kan masih muda. Canda-canda," kelakar Yasonna, Rabu (9/6/2021).
"Artinya, itu pun tidak kita biarkan pak. Gak boleh kita biarkan, menghina seorang wapres, apalagi wapres kita kiai, terhormat. Itu gak bener lah. Jangan hanya presidennya, satu paket kan," sambungnya.
Yasonna juga memandang pasal penghinaan presiden di dalam RKUHP perlu dipertahankan. Dasarnya ialah agar masyarakat tidak kebablasan dalam berpendapat, apalagi sampai menghina kepala negaranya sendiri.
Baca Juga: Habiburokhman Usul Pasal Penghinaan Presiden Dialihkan ke Perdata: Saya Benci Pasal Ini
Menurut Yasonna meski ada kebebasan berpendapat, namun tetap harus dibatasi.
"Gak bisa. Kebebasan itu, sebebas-bebasnya bukan sebuah kebebasan, itu anarki."
"Wah demokrasi liberal, memang arah kita mau ke sana. Free for all, all for free. Saya kira kita harus ada batas-batas yang harus kita jaga sebagai masyarakat Indonesia yang beradab," kata Yasonna.
Yasonna berujar penghinaan yang menjatuhkan harkat dan martabat tidak bisa dibiarkan, apalagi itu ditujukan untuk menyerang secara personal, bukan sebagai pejabat publik.
Yasonna mencontohkan dirinya mengaku tidak masalah jika ada kritik terhadap dirinya sebagai Menteri Hukum dan HAM. Tetapi menjadi berbeda jika ada penghinaan terhadap dirinya secara pribadi, terlepas dari jabatan yang ia emban.
Hal yang sama itu dikatakan Yasonna berlaku kepada kepala negara dalam hal ini presiden dan wakil presiden.
"Mengkritik presiden itu sah, kritik kebijakan sehebat-hebatnya kritik. Bila tidak puas ada mekanisme konstitusi. Tapi sekali soal personal, yang kadang-kadang dimunculkan, presiden kita dituduh secara personal dengan segala macam isu itu dia tenang-tenang saja," kata Yasonna.
Yasonna berujar kendati Jokowi selaku Presiden RI saat ini mengaku tidak masalah dengan keberadaan pasal terkait, tetapi Yasonna mengatakan penghinaan tidak boleh dibiarkan terjadi kepada presiden mendatang.
"Tapi apa kita biarkan presiden yang akan datang digituin? Mungkin saja satu di antara kita jadi presiden," kata Yasonna.
Minta Dicabut
Anggota Komisi III DPR Fraksi Demokrat Santoso meminta Yasonna mencabut pernyataannya ihwal "Bos Pak Benny", kendati hal itu merupakan sebuah candaan.
Santoso menilai pernyataan itu kurang tepat disampaikan Yasonna yang notabenenya juga merupakan kader dari partai politik, yaitu PDIP.
"Saya ingin apa yang pak menteri sampaikan yang menyatakan bos Pak Benny masih lama itu supaya dicabut, saya sangat keberatan. Kenapa? Karena Pak Yasonna ini di samping menteri juga kader dari partai politik, jadi kurang tepat juga menyampaikan hal itu. Sehingga nanti akan menimbulkan friksi di tengah-tengah masyarakat," tutur Santoso.
Santoso menilai persoalan bos mereka di partai, yakni AHY jadi presiden pada 2024 atau tidak bukan ditentukan oleh Yasonna.
"Soal bos Pak Benny dan bos saya di tahun 2024 jadi atau tidak biarlah roda sejarah yang akan mencatat itu. Jadi bukan Pak Yasonna," ujar Santoso.
Mendengar Santoso yang menyatakan keberatan, Yasonna memilih mencabut kelakarnya.
"Sebetulnya itu joke, tapi saya cabut, makasih. Mohon maaf," kata Yasonna.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III Adies Kadir yang memimpin jalannya rapat menegaskan kembali bahwa pernyataan Yasonna menyoal 'bos Pak Benny' adalah candaan.
"Tadi konteksnya bercanda Pak Santoso," kata Adies.
Untuk diketahui draf RKUHP terbaru memuat ancaman bagi orang-orang yang menghina Presiden dan/atau Wakil Presiden melalui media sosial diancam pidana maksimal 4,5 tahun penjara.
Ketentuan tersebut tertuang dalam Pasal 218 ayat 1 dan Pasal 219 yang bunyinya sebagai berikut:
Pasal 218
- Setiap orang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau denda paling banyak kategori IV.
- Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.
Pasal 219
Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.
Pasal 220
- Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 218 dan Pasal 219 hanya dapat dituntut berdasarkan aduan.
- Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara tertulis oleh Presiden atau Wakil Presiden.