Suara.com - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) angkat bicara terkait banyaknya klaster sekolah yang muncul setelah pemerintah mulai membuka pembelajaran tatap muka.
Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini Pendidikan Dasar dan Menengah (PAUD Dikdasmen) Kemendikbud Ristek, Jumeri, mengungkapkan banyaknya klaster Covid-19 di sekolah disebabkan oleh penerapan protokol kesehatan yang tidak maksimal.
"Klaster sekolah umumnya terjadi karena tidak disiplinnya guru maupun warga sekolah dalam menaati SOP PTM, salah satunya ada yang baru bepergian keluar daerah, tidak usah masuk sekolah dahulu sampai dipastikan betul-betul sehat," kata Jumeri dalam jumpa pers virtual, Selasa (8/6/2021).
Dia juga menyebut penyebab lain terjadinya klaster sekolah karena guru takut dipotong tunjangan kinerja jika tidak mengajar ke sekolah meski ada gejala covid-19.
Baca Juga: Sakit, Jokowi Utus Moeldoko Jenguk Sahabat Gus Dur Tuan Guru Haji Turmudzi di Lombok
"Kejadian-kejadian yang terjadi di sekolah-sekolah itu karena mengabaikan (protokol kesehatan), dan takut tunjangan kinerja atau tukinnya dipotong sehingga dia memaksakan diri masuk sekolah, inilah yang sering terjadi,"
Jumeri meminta kepala sekolah dan dinas pendidikan di daerah untuk menegaskan para guru dan tenaga kependidikan untuk patuh dengan aturan agar tidak menyebabkan klaster sekoah.
Sebelumnya, klaster sekolah kembali terjadi, kali ini sebanyak 38 guru dan karyawan positif Covid-19 di SMAN 4 Kota Pekalongan, Jawa Tengah, sekolah pun langsung di-lockdown.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Pekalongan Slamet Budiyanto mengatakan, klaster ini bermula dari seorang guru yang mengalami gejala kehilangan penciuman atau anosmia.
Namun beliau tetap berangkat ke sekolah karena khawatir mendapat penilaian kinerja buruk jika izin tidak masuk mengingat statusnya adalah guru tidak tetap.
Baca Juga: Konvoi Rayakan Kelulusan, Rombongan Pelajar SMK Serang Sekolah Lain