Polri Dalami Soal Laporan Dugaan Gratifikasi Sewa Helikopter Firli Bahuri

Jum'at, 04 Juni 2021 | 13:04 WIB
Polri Dalami Soal Laporan Dugaan Gratifikasi Sewa Helikopter Firli Bahuri
Ketua KPK Firli Bahuri (Suara.com)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Polri mengklaim akan menindaklanjuti laporan kasus gratifikasi berupa potongan harga atau diskon sewa helikopter yang diduga diterima Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri. Laporan yang dilayangkan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) itu kekinian dikatakan masih didalami.

"Sedang didalami Dumas (aduan masyarakat) berkaitan yang dilaporkan," kata Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Argo Yuwono kepada wartawan, Jumat (4/6/2021).

Firli sebelumnya dilaporkan ICW ke Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dit Tipikor) Bareskrim Polri. Dia diadukan atas dugaan penerimaan gratifikasi berupa diskon harga sewa helikopter dari PT Air Pasifik Utama saat berziarah dari Palembang ke Baturaja pada 2020 lalu.

Divisi Investigasi ICW, Wana Alamsyah mengungkapkan harga sewa helikopter yang dilaporkan oleh Firli kepada Dewan Pengawas (Dewas) KPK saat menjalani sidang etik tidak sesuai dengan aslinya. Ketika itu, Firli melaporkan harga sewa helikopter tersebut berkisar Rp7 juta per jam.

Baca Juga: ICW Laporkan Ketua KPK ke Bareskrim Polri, Ferdinand: Drama Baru Tak Berkualitas!

"Jadi, jika ditotal dalam jangka waktu 4 jam penyewaan yang dilakukan oleh Firli ada sekitar Rp30,8 juta yang dia bayarkan kepada penyedia heli yang mana penyedianya adalah PT Air Pasifik Utama. Tapi kemudian kita mendapatkan informasi lain dari penyedia jasa lainnya, bahwa harga sewa perjamnya, yaitu 2.750 US Dollar, atau sekitar Rp39,1 juta rupiah (per jam)," ungkap Wana di Bareskrim Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (3/6) kemarin.

Setidaknya, kata Wana, ada selisih harga sewa sekitar Rp 141 juta dari normalnya. Selisih tersebut diduga merupakan gratifikasi berupa diskon yang diberikan oleh penyedia jasa kepada Firli.

"Jadi ketika kami selisihkan harga sewa barangnya ada sekitar Rp 141 sekian juta yang diduga itu merupakan dugaan penerimaan gratifikasi atau diskon yang diterima oleh Firli," bebernya.

Wana menilai, gratifikasi berupa diskon harga sewa helikopter itu telah melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sanksi Kasus Meikarta

Baca Juga: Firli Bahuri Naik Heli, Berujung Laporan ke Polisi

Belakangan, Wana menyebut salah satu Komisaris PT Air Pasifik Utama selaku penyedia jasa sewa helikopter kepada Firli Bahuri diketahui pernah diperiksa terkait kasus korupsi. Dia diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap terkait pengurusan izin Meikarta yang menyeret mantan Bupati Bekasi, Neneng Hasanah Yasin.

Namun, Wana belum mengetahui secara pasti ada atau tidaknya keterikatan kasus Meikarta itu dengan dugaan gratifikasi berupa diskon sewa helikopter yang diterima Firli.

"Kami lakukan investigasi, bahwa salah satu komisaris yang ada di dalam perusahaan PT Air Pasifik Utama merupakan atau pernah dipanggil menjadi saksi dalam kasusnya Bupati Bekasi, Neneng terkait dengan dugaan suap pemberian izin di Meikarta," kata dia.

Adapun, Wana membeberkan setidaknya ada sembilan perusahaan penyedia jasa sewa helikopter serupa dengan PT Air Pasifik Utama yang berpeluang untuk disewa oleh Firli. Sehingga, patut dicurigai apa sesungguhnya dasar atau alasan Firli lebih memilih PT Air Pasifik Utama.

"Dan kami pun mempertanyakan mengapa Dewas (KPK) tidak melakukan penelusuran lebih lanjut terhadap informasi yang disampaikan oleh Firli Bahuri," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI