Mahfud MD Sebut Obligor dan Debitur BLBI Bandel Bisa Diseret ke Hukum Pidana

Jum'at, 04 Juni 2021 | 11:50 WIB
Mahfud MD Sebut Obligor dan Debitur BLBI Bandel Bisa Diseret ke Hukum Pidana
Menko Polhukam Mahfud MD. [Suara.com/Achmad Ali]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md meminta para obligor dan debitur dalam kasus Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk kooperatif ketika pemerintah hendak melakukan penagihan. Apabila ada yang bandel, Mahfud tidak memungkiri kasusnya bisa berbelok ke pidana korupsi. 

Pemerintah secara resmi melakukan penagihan terhadap obligor dan debitur kasus BLBI sejak Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2021 Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Adapun kerugian yang ditelan pemerintah atas kasus BLBI tersebut mencapai Rp109 triliun lebih. 

Mahfud menyebut sudah ada beberapa yang melunasi dan memegang surat keterangan lunas. Tapi di samping itu masih ada pula yang belum melunasi. Saat ini, pemerintah hendak melakukan penagihan seluruhnya dengan total Rp 110 triliun lebih. 

"Kami harap agar semua obligor dan debitur yang akan ditagih lebih kerja sama kooperatif karena itu uang negara," kata Mahfud dalam konferensi pers yang ditayangkan melalui YouTube Kemenko Polhukam, Jumat (4/6/2021). 

Baca Juga: Bantah Kekayaan Papua Terus Dikeruk Demi Negara, Ini Penjelasan Mahfud MD

Mahfud bahkan menuturkan alangkah baiknya apabila obligor dan debitur bisa proaktif mengembalikan uangnya sendiri. Ia menyebut tidak ada satupun yang bisa bersembunyi karena negara sudah memiliki daftar namanya. 

"Jadi kami tahu anda pun tahu. Mari kooperatif saja, ini untuk negara dan anda harus bekerja untuk negara," ujarnya. 

Apabila terjadi pembangkangan, Mahfud mengatakan bisa saja kasus perdata tersebut berubah menjadi pidana. Itu bisa terjadi apabila obligor dan debitur tidak mau membayar utangnya. 

Adapun dasar kasus perdata berubah menjadi pidana yakni yang bersangkutan tidak membayar utang dan selalu ingkar sehingga dikatakan merugikan keuangan negara. Lalu, memperkaya diri sendiri atau orang lain dan dianggap melanggar hukum karena tidak mengakui soal utangnya tersebut. 

"Sehingga bisa berbelok lagi ke korupsi," ucapnya. 

Baca Juga: Ditolak di Kantor Mahfud MD, Koalisi Serius Revisi UU ITE Ungkap Alasannya

Karena kalau dia sudah tak bayar utang atau memberi bukti palsu, atau selalu ingkar bisa saja dikatakan merugikan keuangan negara. Dua memperkaya diri sendiri atau org lain. ketiga, melanggar hukum krn tdk mengakui apa yg sudah dikatakan utang. Shg bisa berbelok lagi ke korupsi. 

Pengubahan kasus perdata menjadi pidana itu didukung oleh penegak hukum yang ada seperti KPK, Kejaksaan Agung dan Bareskrim Polri. Kemudian, negara juga bisa bekerjasama dengan instrumen hukum internasional.

"Itu juga bisa dipakai karena kerjasama lintas negara untuk berantas korupsi dan kembalikan aset negara."

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI