Marak Klaster Sekolah, Perhimpunan Guru Minta Rutin Tes Covid-19

Jum'at, 04 Juni 2021 | 10:16 WIB
Marak Klaster Sekolah, Perhimpunan Guru Minta Rutin Tes Covid-19
ILUSTRASI: Seorang guru memberikan materi saat simulasi pembelajaran tatap muka di SD Cimahi Mandiri 2, Cimahi, Jawa Barat, Senin (24/5/2021). ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Klaster penularan Covid-19 kembali terjadi di lingkungan sekolah sejak dimulai pembelajaran tatap muka terbatas, hal ini harus menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah sebelum membuka sekolah massal pada Juli mendatang.

Hal itu diungkapkan oleh Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim yang menilai pembukaan sekolah tidak bisa dilakukan serentak hanya karena semua guru sudah divaksinasi, namun tetap harus mempertimbangkan kajian epidemiologi pandemi Covid-19.

"Kalau positivity rate di daerahnya masih tinggi, zona merah, vaksinasi gurunya belum, ini saya rasa tidak bisa buru-buru dibuka, pertanyaan Mas Menteri Nadiem tidak bisa dipukul rata," kata Satriwan kepada Suara.com, Jumat (4/6/2021).

Dia menyebut seharusnya pemerintah menyediakan tes Covid-19 secara berkala bagi seluruh warga sekolah termasuk siswanya sebelum belajar tatap muka, agar kondisi kesehatan terpantau dengan baik.

Baca Juga: Surat Bebas Covid-19 Palsu Dijual Rp 50 Ribu hingga Rp 200 Ribu

"Kami melihat sekolah jadi klaster ini sudah beberapa kali terjadi, faktor yang terbanyak adalah sekolah tersebut tidak mengadakan tes swab PCR atau antigen sebelum sekolah dibuka, nah seharusnya wajib dilakukan tes," ucapnya.

Selain itu, semua warga sekolah harus jujur dan tidak boleh ada yang memaksa untuk masuk sekolah jika kondisi badan sedang menunjukkan gejala sakit.

"Semua harus jujur, kalau dia kurang enak badan saya rasa kepala sekolah harus memahami kalau gurunya sedang sakit, jadi guru juga harus jujur kalau sakit sampaikan ke kepala sekolah," tuturnya.

Dia mengakui, pandemi Covid-19 yang memaksa pembelajaran jarak jauh atau sekolah online tidak efektif karena tidak semua siswa maupun guru terfasilitasi teknologi.

Sehingga muncul berbagai macam masalah seperti ancaman ketinggalan pelajaran (learning loss), kekerasan rumah tangga, hingga pernikahan anak usia dini.

Baca Juga: Dukung Percepat Vaksinasi Lansia, Ini Langkah Gojek Bandar Lampung

Sebelumnya, klaster sekolah kembali terjadi, kali ini sebanyak 38 guru dan karyawan positif Covid-19 di SMAN 4 Kota Pekalongan, Jawa Tengah, sekolah pun langsung di-lockdown.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Pekalongan Slamet Budiyanto mengatakan, klaster ini bermula dari‎ seorang guru yang mengalami gejala kehilangan penciuman atau anosmia.

Namun beliau tetap berangkat ke sekolah karena khawatir mendapat penilaian kinerja buruk jika izin tidak masuk mengingat statusnya adalah guru tidak tetap.

Sementara, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim menyatakan usul tes Covid-19 berkala di sekolah sulit terealisasi, sebab uang anggarannya tidak ada.

"Itu ide yang sangat baik, masalahnya cuma satu, anggarannya dari mana?," kata Nadiem dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR RI, Jakarta, Senin (31/5/2021).

Mantan bos Go-Jek itu mengusulkan anggaran dari pemerintah daerah bisa menjadi solusi jika memang diperlukan tes covid-19 sebelum membuka sekolah tatap muka terbatas.

Nadiem juga berpandangan bahwa kewajiban testing, tracing, dan treatment ada di Satgas Covid-19 daerah setempat, sehingga anggarannya pun dari Satgas Covid-19, bukan Kemendikbudristek.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI