Suara.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) disebut memiliki komitmen yang kuat pada isu perubahan iklim di Indonesia.
Hal ini disampaikan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko pada pertemuan dengan Duta Besar Denmark untuk Indonesia HE Lars Bo Larsen yang berlangsung di Gedung Bina Graha Jakarta, Kamis (3/6/2021).
Dalam pertemuan tersebut keduanya membahas pembangunan berkelanjutan serta isu di bidang climate change dan energi baru terbarukan (EBT).
"Komitmen Presiden sangat kuat pada isu ini, bahkan sudah tertuang melalui beberapa kebijakan," ucap Moeldoko.
Baca Juga: Soal Polemik Kuota Haji, Fadli Zon: Seharusnya Jokowi Temui Raja Salman
Komitmen tersebut kata Moeldoko, ditunjukan dengan diterbitkannya Perpres 55 tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan.
Melalui Perpres itu, Moeldoko meyakini Indonesia akan secara masif mendorong produksi mobil listrik.
"Perpres tersebut juga telah didukung melalui penyusunan peta jalan peralihan mobil konvensional ke listrik," ucap dia.
Mantan panglima TNI itu kemudian menuturkan komitmen Indonesia terhadap isu climate change dan EBT juga beberapa kali disampaikan Presiden Jokowi.
Di antaranya saat pidato pada United Nations UN Climate Change Conference the Conference of the Parties COP21, Paris 2015 yang mencakup komitmen global yang diturunkan ke komitmen nasional dan sektor energi.
Baca Juga: Isi Surat 585 Pegawai KPK ke Jokowi, Minta Batalkan Hasil Tes Wawasan Kebangsaan
Komitmen Global sesuai dengan Target Paris Agreement yaitu Menjaga kenaikan temperatur global tidak melebihi 20 C, dan mengupayakan menjadi 1,50 C.
Kemudian kata Moeldoko, Komitmen Nasional sesuai dengan Amanat UU No 16/2016 tentang Pengesahan Paris Agreement.
Yaitu menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) 29 persen dari business as usual (BaU) atau kemampuan sendiri menjadi 41 persen (dengan bantuan internasional) pada 2030 sesuai NDC (Nationally determined contributions).
"Ini menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia punya tanggung jawab yang tinggi terhadap lingkungan secara global," ucap Moeldoko yang didampingi dua Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden Ahmad Agus Setiawan dan Sigit Pamungkas.
Dari sisi EBT, Moeldoko menyebut pemerintah Indonesia telah berkomitmen menurunkan emisi GRK sebesar 314 – 398 Juta Ton CO2 pada tahun 2030, melalui pengembangan energi terbarukan, pelaksanaan efisiensi energi, dan konservasi energi, serta penerapan teknologi energi bersih.
Indonesia juga menuju Net Zero Emission 2050 yang kemudian tertuang dalam Pidato Presiden Jokowi pada Leaders Summit on Climate, 22 April 2021.
Komitmen akan aksi konkrit perubahan iklim Moratorium konversi hutan dan lahan gambut menurunkan kebakaran hutan hingga 82 persen, yaitu mendorong green development Pengembangan Indonesia Green Industrial Park seluas 12.500 Ha di Kalimantan Utara, terbesar di dunia dan membuka investasi terhadap transisi energi Terdapat peluang yang sangat besar untuk investasi pengembangan biofuel, industry baterai lithium, dan juga kendaraan listrik.
"Selain itu pengembangan energi terbarukan di berbagai daerah juga terus didorong termasuk pembangkit listrik tenaga sampah dengan diresmikannya PLTSa Surabaya oleh Presiden Joko Widodo baru-baru ini," ucap Moeldoko.
Berkaitan dengan pengembangan kelapa sawit, Moeldoko menyebut juga telah dikembangkan Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia yang memastikan lebih ramah lingkungan.
Duta Besar Denmark HE Lars Bo Larsen menghargai kepemimpinan Indonesia pada isu climate change dan EBT.
Bahkan Dubes Denmark menyampaikan terkait potensi pinjaman dana pemerintah yang menawarkan interest rendah dalam bentuk loan state guaranty.
Penilaian Larsen tidak lepas dari Indonesia sebagai negara dengan kepemimpinan dunia karena memiliki tiga modal.
Antara lain, kekuatan demokrasinya, warga muslim yang inklusif dan anti kekerasan serta komitmen pada green transition.
"Ke depan Indonesia akan memiliki posisi yang strategis sebagai pemimpin G20 di tahun 2022, perlu menunjukkan kepemimpinan di sektor pembangunan berkelanjutan dan transisi energi. Waktu sekarang ini adalah paling tepat untuk melakukan investasi di bidang energi terbarukan mengingat harga semakin murah dan di tahun 2030 menjadi era baru energi bersih," ucap Larsen.
Pertemuan Moeldoko dan Dubes Denmark untuk Indonesia merupakan tindak lanjut dari pertemuan Tim Energi dari KSP dengan perwakilan kedutaan besar Denmark, Thomas Capral Henriksen.
Pada pertemuan saat itu, KSP membicarakan dua hal yakni, Renewable energy regulation (attracting investments) and Energy sectors contribution to climate targets.