Ketua KPK Firli Bahuri: SP3 Bukan untuk Perkara BLBI, Tapi BDNI

Kamis, 03 Juni 2021 | 17:14 WIB
Ketua KPK Firli Bahuri: SP3 Bukan untuk Perkara BLBI, Tapi BDNI
Ketua KPK Firli Bahuri. (Suara.com/Novian)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketua KPK Firli Bahuri mebantah bahwa pihaknya pernah mengeluarkan surat pemberitahuan pemberhentian penyidikan (SP3) dalam perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Firli mengaku SP3 yang diterbitkan ialah terkait bantuan likuiditas Bank Dagang Negara Indonesia.

Hal itu disampaikan Firli menjawab penyataan Anggota Komisi III Romo M. Syafii yang menyinggung terkait perkara BLBI.

"Banyak yang bertanya kenapa SP3 BLBI terjadi? Ingin kami sampaikan, surat pemberhentian penyidikan bukan perkara BLBI. Tapi yang kami hentikan adalah perkara bantuan likuiditas terhadap Bank Dagang Negara Indonesia," kata Firli dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III, Kamis (3/6/2021).

Romo Syafii juga menyinggung perkara BLBI hingga tes wawasan kebangsaan dalam proses alih status pegawai KPK menjadi ASN. Pernyataan Romo itu disampaikan usai Filri memberikan paparan mengenai anggaran sekaligus permohonan penambahan anggaran.

Baca Juga: Firli Bahuri Diduga Terima Gratifikasi Diskon Sewa Helikopter, ICW Laporkan ke Bareskrim

"Ada beberapa persoalan yang sekarang paling tidak jadi perhatian publik, tentang SP3 BLBI, soal TWK, dan sebagainya. Ini kemudian menjadi pertanyaan dengan permohonan tambahan anggaran ini," ujar Romo.

Sementara itu dari paparannya kepada Komisi III Firli mengatakan anggaran KPK yang dibutuhkan untuk tahun 2022 sebedar Rp 1.496,31 miliar. Sedangkan pagu indikatif sebesar Rp 1.093,22 miliar.

"Bilamana kondisi keuangan negara memungkinkan, maka KPK berharap dalam rangka efektifitas dan efisiensi serta medukung seluruh program prioritas nasional, KPK membutuhkan Rp 403,09 miliar sebagai anggaran tambahan," kata Firli.

KPK Siap Hadapi Gugatan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghormati soal gugatan praperadilan yang diajukan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menyusul adanya penghentian perkara kasus dugaan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) di lembaga antirasuah tersebut.

Baca Juga: Empat Saksi Kasus Dugaan Suap Pajak Angin Prayitno Aji Mangkir dari Panggilan KPK

"KPK menghargai upaya praperadilan yang diajukan masyarakat dan berharap ada terobosan hukum baru karena dari awalpun KPK meyakini perkara BLBI BDNI ini sudah cukup bukti dan faktanya memang dakwaan jaksa KPK terbukti menurut hukum pada tingkat PN dan banding di PT Jakarta," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Senin (3/4/2021).

Ali pun memastikan lembaganya akan mengikuti semua proses praperadilan tersebut. Apalagi, KPK tentunya terus berkomitmen dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.

"Kami tetap berkomitmen melakukan kerja yang terbaik sesuai aturan hukum yang berlaku dalam penuntasan agenda pemberantasan korupsi," ucap Ali.

Ali menegaskan KPK sudah maksimal berikhtiar dalam upaya penyelesaian perkara BLBI sampai kemudian dalam sejarah KPK berdiripun, pertama kali lakukan upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung.

"Sekalipun beberapa bulan kemudian juga kembali di tolak MA," ungkap Ali.

Maka itu, KPK mengambil opsi melakukan penghentian penyidikan, karena kasus BLBI bukan tindak pidana.

"Karena alasan bukan tindak pidana oleh karena adanya putusan akhir dari MA sehingga syarat unsur adanya perbuatan pidana penyelenggara negara tidak terpenuhi berdasarkan putusan akhir MA tersebut," ucap Ali.

Sementara itu, pasangan suami istri Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim yang sempat ditetapkan tersangka hingga DPO. Mereka bersama- sama dalam satu rangkaian peristiwa dan perbuatan yang sama dengan Syafruddin Arsyad Temenggung selaku penyelenggara negara.

"Karena sudah ada putusan MA menyatakan peristiwa dan rangkaian perbuatanya sebagai materi penyidikan. Bukan tindak pidana sehingga tentu tidak dapat dipaksakan untuk dilanjutkan dan dibawa ke peradilan pidana," ungkap Ali.

Jadi, kata Ali, perkara Sjamsul dan Itjih bukan karena tidak selesai penyidikan dan tidak cukup bukti atau karena tersangkanya DPO yang tidak bisa ditemukan.

Sementara itu, KPK terkait untuk melakukan peluang gugatan perdata sebagaimana ketentuan Pasal 32 UU Tipikor, tentu berdasarkan undang-undang, KPK tidak memiliki kewenangan dan legal standing sebagai penggugat melalui jalur perdata.

Maka itu, KPK kata Ali, menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah yang membentuk tim satgas kasu BLBI untuk mengambil aset-aset untuk dikembalikan ke negara.

"KPK dukung dan akan support data yang kami miliki terkait upaya yang akan dilakukan oleh Satgas BLBI," tutup Ali.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI