Siswi SMP Tasikmalaya Tawarkan Hubungan Intim: Lemahnya Pendidikan Seks

Reza GunadhaBBC Suara.Com
Selasa, 01 Juni 2021 | 14:38 WIB
Siswi SMP Tasikmalaya Tawarkan Hubungan Intim: Lemahnya Pendidikan Seks
Ilustrasi kekerasan seksual pada anak di bawah umur. [SuaraJogja.com / Ema Rohimah]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Siswi SMP yang videonya viral karena menawarkan layanan hubungan intim, kekinian sulit makan dan trauma. 

Pelajar di Tasikmalaya, Jawa Barat itu, kekinian berada di rumah aman Komisi Perlindungan Anak Indonesia daerah Tasikmalaya, untuk mengikuti bimbingan psikologis.

KPAI menilai, siswi SMP tersebut adalah satu dari sekian banyak anak korban kekerasan seksual di Indonesia.

Penanganan yang buruk dikhawatirkan menjerumuskan anak ke dunia prostitusi.

Baca Juga: Siswi SMP Tawarkan Layanan Seks Online Diduga Jadi Korban Eksploitasi Anak

Sementara Komnas Perempuan meminta penegak hukum perlu menyelidiki lebih lanjut atas kemungkinan eksploitasi seksual.

Video Pelajar SMP di Tasikmalaya viral di masyarakat karena diduga menawarkan layanan seks. Video berdurasi enam detik direkam pelajar tersebut tanpa busana bersama seorang pria.

Saat ini pelajar SMP itu sudah berada di rumah aman KPAID Tasikmalaya untuk menjalani proses pemulihan psikologis sejak ditangkap pekan lalu.

Pendamping pelajar SMP Tasikmalaya ini, Ato Rinanto, yang juga anggota KPAID Tasikmalaya, mengatakan remaja berusia 16 tahun saat ini dalam kondisi trauma.

"Agak sulit makan, mungkin karena trauma, malu, dan takut karena videonya tersebar serta viral," kata Ato kepada wartawan Rommy Roosyana yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Senin (31/05).

Baca Juga: Kasus Video Syur Bocah SMP di Tasikmalaya Terus Didalami KPAID

Ketua KPAID Kabupaten Tasikmalaya ini menambahkan selama berada di rumah aman, pelajar ini akan mendapatkan hipnoterapi dari psikolog selama proses penyelidikannya berlanjut.

Di sisi lain, berdasarkan keterangan Ato, pelajar SMP ini tak punya latar belakang persoalan dalam keluarga, juga ekonomi.

"Secara ekonomi juga tidak begitu memprihatinkan, artinya cukuplah. Karena ayahnya masih melakukan aktivitas kerja yang normal, untuk memenuhi kehidupan sehari-harinya," katanya.

Sejauh ini, persoalan utama remaja itu, menurut Ato adalah pola asuh.

"Kontrol yang kurang, kemudian orang tua tidak menyadari betul tentang bahaya gadget dan sebagainya," tambah Ato.

Sejauh ini Kepolisian Tasikmalaya belum memberikan keterangan lebih jauh. Namun pada kesempatan sebelumnya Kasat Reskrim Polres Tasikmalaya, Hario Prasetyo Seno kepada media mengatakan "Sampai saat ini masih kita masih melakukan pemeriksaan."

Sementara, berdasarkan penelusuran KPAID Tasikmalaya, pelajar SMP ini sempat beberapa kali berganti pasangan, yang diduga dilakukan bersama orang dewasa.

Ketua Komnas Perempuan, Andi Yentriyani mengatakan, kepolisian perlu berhati-hati dalam memproses kasus ini dan diteliti indikasi eksploitasi seksual.

"Sebetulnya kalau ini sudah dilakukan berulang, saya pikir aparat penegak hukum harus berhati-hati. Mereka perlu memeriksa indikasi eksploitasi seksual yang terjadi di proses perdagangan itu, pada proses penggunaan jasanya," kata Andi kepada BBC News Indonesia, Senin (31/05).

'Korban situasi' dan 'titik kritis' pendidikan seks

KPAI menyebut seorang pelajar SMP di Tasikmalaya, Jawa Barat yang diduga menawarkan layanan seksual merupakan 'korban situasi' dan 'titik kritis' pendidikan seks terhadap anak.

Anggota KPAI pusat, Ai Maryati Solihah menyebut pelajar SMP di Tasikmalaya ini sebagai korban atas "serangkaian situasi yang kemudian memposisikan anak sedemikian buruk".

"Anak ini masih luput dari informasi kespro (kesehatan reproduksi), dari informasi tentang ketahanan tubuh, tentang perlindungan tubuh yang sangat memperihatinkan," kata Ai - panggilan Ai Maryati Solihah kepada BBC News Indonesia, Senin (31/05).

Menurut Ai, aktivitas anak ini tak mendapat pengawasan dari lingkungannya sendiri, yang bisa ia pastikan sebagai "korban pengasuhan". Hal lainnya, kata Ai, sekolah juga tak mampu memantau aktivitas siswanya selama pembelajaran jarak jauh di tengah pandemi.

"Karena anak ini begini, dalam situasi daring saja. Tahun sebelum ini, ia tak melakukan itu. Setelah situasinya daring, celah-celah untuk berada di dunia maya, melakukan kegiatan yang tidak terpantau orang lain," katanya.

Dikendalikan orang dewasa

Dalam rekaman video, pelajar SMP itu bersama dengan seorang pria yang teridentifikasi berusia 17 tahun atau masuk kategori anak. Saat ini ia masih dalam proses pemeriksaan di Unit Perlindungan Perempuan Anak Satreskrim Polreskab Tasimalaya.

Namun, sebelumnya KPAID Tasikmalaya melaporkan pelajar SMP ini sempat melakukan hubungan seksual terhadap sejumlah pria dewasa.

Di sejumlah pasal Undang Undang Perlindungan Anak No. 35 tahun 2014 disebutkan ancaman hukuman bagi mereka yang mendapatkan manfaat seksual dari anak yang belum mencapai 18 tahun. Ancaman hukuman penjara antara 5-15 tahun, dan denda paling besar Rp5 miliar.

Jika pelakunya adalah orang tua, wali, pengasuh anak, pendidik atau tenaga pendidik maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana.

Menurut Ai, orang dewasa memiliki kontribusi terhadap kekerasan seksual terhadap anak. Salah satu memutus mata rantai ini, kata dia, adalah pemberian hukum seberat-beratnya bagi pengguna seks anak di bawah umur.

"Sehingga kita harus lawan situasi itu, sehingga siapapun yang melakukan seks kepada anak, kendati anaknya yang mengajak, maka 'Say No!' seks terhadap anak, karena ini pidana," katanya.

Ancaman terjerumus ke dunia prostitusi

KPAI memasukkan kasus pelajar SMP Tasikmalaya ini ke dalam kategori Anak Berhadapan Hukum (ABH) dengan status sebagai pelaku sekaligus korban.

Data KPAI menyebutkan ABH merupakan laporan tertinggi dari semua kategori kasus perlindungan anak selama 12 tahun terakhir.

Dalam kategori ABH kasus anak sebagai pelaku dan/atau korban kekerasan seksual menjadi penyumbang tertinggi atau mencapai 42% dari 1098 kasus yang dilaporkan pada 2020.

Laporan anak sebagai pelaku kekerasan seksual pada 2020 mencapai 44 kasus. Di tahun dan kategori yang sama, laporan anak sebagai korban kekerasan seksual mencapai 419 kasus atau meningkat dua kali lipat dari tahun sebelumnya.

"Itu permukaannya [saja] yang terlaporkan. Saya harus bilang 2020 ada 35 kasus [periode Januari-April], itu korbannya 234. Padahal mungkin lebih dari itu.

"Paling tinggi 65% prostitusi online. Dan siapa pengguna prostitusi online itu? Memang anak remaja, yang terendah kelas lima SD," kata Ai.

Menurut Ai, jika kasus kekerasan seksual anak sebagai pelaku atau korban tak tertangani dengan baik, maka tak menutup kemungkinan akan terjerumus dalam gelombang prostitusi di masa mendatang.

"Karena anak korban prostitusi juga punya latar belakang misal korban perkosaan pacar, korban kekerasan seks waktu kecil, bahkan korban perkawinan anak.

"Prostitusi anak biasanya lebih terorganisir ada yang rekrut, iklan di medsos dan ada tempat yang menampung aktivitas seks mereka apakah di hotel, apartemen atau kos-kosan... Ini yang memperkuat tindak pidana perdagangan orang," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI