Suara.com - Video pendakwah Yazid Jawaz sebut sungkem ke orang tua hukumnya haram viral di media sosial. Video lawas tersebut kembali viral setelah foto tangkapan layar dengan narasinya diunggah oleh akun Twitter @BersamaSahabat4 dan dibagikan ulang oleh politisi Ferdinand Hutahaean.
"Sungkem kepada orang tua hukumnya haram - Yazid Jawaz," demikian narasinya.
Setelah ditelusuri, video pendakwah menyebut sungkem ke orang tua hukumnya haram ini berasal video lawas yang diunggah kanal Youtube Sahabat Aswaja Cyber Army.
Dalam video berjudul "Hukum Sungkeman terhadap Orang tua menurut Ustadz Yazid Bin Abdul Qodir Jawas" ini tampak pendakwah yang sedang menjawab pertanyaan.
Baca Juga: Viral Pernikahan Penuh Air Mata Berlinang, Pengantin Wanita Tak Sadarkan Diri saat Sungkem
"Bagaimana hukumnya sungkem dengan orang tua?" kata Ustaz Yazid Jawas saat membacakan pertanyaan.
"Nggak boleh," jawabnya tegas.
"Kita tunduk aja, menundukkan badan kita aja nggak boleh," imbuhnya lagi dan diikuti dengan gerakannya mempraktekkan menundukkan badan.
Menurut pendakwah tersebut, hak ruku' dan sujud adalah hak Allah.
"Misalnya kita dengan orang atau atasan begini (mempraktikan menundukkan badan), nggak boleh nggak bisa, hak ruku' dan sujud itu hak Allah," kata Yazid Jawas.
Baca Juga: Viral Curhat Wanita Pemandu Lagu Karaoke, Ditabok Ayah saat Sungkeman
Sungkem saat Lebaran menurut Hukum Islam
Menyadur dari laman NU Online berjudul "Tradisi Sungkeman saat Lebaran Menurut Hukum Islam" oleh M. Mubasysyarum Bih, menyebutkan bahwa dalam menghukumi sungkeman setidaknya bisa ditinjau dari dua sisi, pertama hukum asal, kedua dari sudut pandang tradisi.
Dilihat dari sudut pandang hukum asal, sungkeman sama sekali tidak bertentangan dengan syariat. Posisi jongkok sambil cium tangan merupakan ekspresi memuliakan orang yang lebih tua.
Syariat tidak melarang mengagungkan manusia selama tidak dilakukan dengan gerakan yang menyerupai bentuk takzim kepada Allah, seperti sujud dan ruku’. Berkaitan dengan mencium tangan orang yang lebih tua, al-Imam al-Nawawi mengatakan:
“Tidak makruh mencium tangan karena kezuhudan, keilmuan dan faktor usia yang lebih tua.” (al-Imam al-Nawawi, Raudlah al-Thalibin, juz 10, halaman 233)
Bahkan, sebagian ekspresi takzim kepada orang yang lebih tua hukumnya sunah, seperti dilakukan dengan cara berdiri dengan tujuan memuliakan dan kebaktian. Syekh Zainuddin al-Malibari mengatakan:
“Sunah bediri untuk orang yang memiliki keutamaan yang tampak, seperti kesalehan, keilmuan, hubungan melahirkan atau kekuasaan yang dibarengi dengan penjagaan diri.” (Syekh Zainuddin al-Malibari, Fath al-Mu’in Hamisy I’anah al-Thalibin, juz 4, halaman 219)
Mengomentari redaksi di atas, Syekh Abu Bakr bin Syata mengatakan:
“Ungkapan ‘Sunah bediri untuk orang yang memiliki keutamaan yang tampak’—maksudnya, dengan motivasi memuliakan dan bentuk kebaktian, bukan karena pamer. Ucapan ‘atau hubungan melahirkan’—maksudnya, sunah berdiri kepada orang yang melahirkan seperti bapak atau ibu.” (Syekh Abu Bakr bin Syatha, I’anah al-Thalibin, juz 4, halaman 219)
Lebih dari itu, menurut sebagian ulama, memuliakan kerabat dengan cara berdiri, hukumnya bisa wajib ketika meninggalkannya dianggap memutus tali silaturahim.
Syekh al-Qalyubi mengatakan:
“Sunah mencium anak kecil meski karena selain tujuan mengasihi, sunah pula mencium wajahnya mayit karena kesalehannya, sunah pula mencium tangan orang alim, orang shaleh, kerabat, orang mulia, bukan karena kekayaannya atau yang lain. Hukum sunah tersebut juga berlaku dalam permasalahan berdiri kepada mereka. Sebagian ulama berpendapat wajibnya berdiri (memuliakan) pada masa sekarang, karena meninggalkannya merupakan bentuk perbuatan yang memutus tali shilaturrahim.” (Syekh Syihabuddin al-Qalyubi, Hasyiyah al-Qalyubi ‘ala al-Mahalli, juz 3, halaman 214)
Hukum sungkeman dari sudut pandang tradisi
Bila melihat dari sudut pandang tradisi, sungkeman merupakan tradisi nenek moyang kita yang perlu dilesatarikan. Sebab, Islam mengajarkan untuk merawat tradisi selama tidak bertentangan dengan agama. Hal tersebut sebagai bentuk pengejawentahan dari sabda Nabi tentang berbudi pekerti yang baik kepada sesama. Nabi bersabda:
“Berbudilah dengan akhlak yang baik kepada manusia.” (HR. Al-Tirmidzi)
Saat ditanya apa yang dimaksud dengan etika yang baik, Sayyidina Ali mengatakan:
“Beretika yang baik adalah mengikuti tradisi dalam segala hal selama bukan kemaksiatan.” (Syekh Nawawi al-Bantani, Syarh Sullam al-Taufiq, halaman 61)
Al-Imam al-Ghazali mengatakan:
“Beretika yang baik dengan manusia adalah engkau tidak menuntut mereka sesuai kehendakmu, namun hendaknya engkau menyesuaikan dirimu sesuai kehendak mereka selama tidak bertentangan dengan syari’at.” (Imam al-Ghazali, Ayyuhal Walad, halaman 12)
Meninggalkan tradisi yang tidak haram merupakan akhlak yang tidak terpuji, sebagaimana penjelasan Syekh Ibnu Muflih berikut ini:
“Tidak sepantasnya keluar dari tradisi manusia kecuali dalam perkara haram.” (Ibnu Muflih, al-Adab al-Syar’iyyah, juz 2, halaman 114)
Sungkeman bukan merupakan tradisi yang haram, bahkan menjaga tradisi tersebut merupakan bentuk pengamalan dari sabda Nabi tentang anjuran beretika yang baik kepada sesama.