Suara.com - Veronica Koman, aktivis sekaligus pengacara hak asasi manusia yang fokus pada masalah Papua, membantah tuduhan Badan Intelijen Negara soal akan menggunakan Pekan Olahraga Nasional XX untuk menciptakan instabilitas.
Perempuan yang kekinian menjadi pelarian politik di Australia tersebut menilai, justru BIN yang tidak berkompeten dalam melihat situasi politik Papua.
Veronica menilai, BIN hanya mencari 'kambing hitam' atau pihak yang disalahkan terkait konflik Papua - RI, dengan memanfaatkan momen PON XX pada 2-15 Oktober 2021. Dalam hal ini, kata Veronica, dirinyalah yang dijadikan 'kambing hitam'.
"Jadi, bagi saya, ini merupakan bentuk tidak kompetennya BIN terkait masalah Papua, dan kemudian panik, lalu menyalahkan, mencari-cari kambing hitam," kata Veronica Koman kepada Suara.com, kamis (27/5/2021).
Baca Juga: BIN: Veronica Koman dan Benny Wenda Akan Manfaatkan PON XX untuk Bikin Instabilitas
Menurut Veronica, kinerja serta analisis BIN seharusnya dipertanyakan banyak pihak, karena acara PON diputuskan digelar di Papua yang notabebe sejak lama menjadi daerah konflik.
Ia mengungkapkan, eskalasi antara kelompok pro-kemerdekaan Papua dengan pemerintah RI kembali meninggi sejak empat tahun lalu, persisnya Desember 2018.
"Eskalasi konflik bersenjata di Papua kembali naik sejak Desember 2018. Sudah tahu begitu, kok bisa ada keputusan PON akan digelar di Papua," kata Veronica.
Kenapa bawa-bawa PON?
Selain itu, Veronica juga mempertanyakan validitas klaim BIN bahwa dirinya serta kelompok pro-referendum Papua hendak menggunakan PON XX guna melancarkan kampanye pembebasan nasional.
Baca Juga: Dituntut 5 Bulan Penjara, Habib Bahar: Alhamdulillah Jaksa Adil
Sejauh ini, Veronica mengakui hanya sekali membicarakan mengenai PON XX di Papua. Dengan demikian, tuduhan BIN bahwa dirinya hendak menjadikan PON XX sebagai ajang menciptakan instabilitas menjadi gugur.
"Saya tak pernah mengeluarkan komentar soal PON. Hanya satu kali, itu pun awal tahun lalu," kata dia.
Sepengetahuan Veronica pula, kelompok maupun aktivis pro-referendum Papua tidak pernah berbicara tentang PON XX dan dikaitkan dengan agenda pembebasan nasional.
"Sepantauan saya, pihak pro-referendum, aktivisnya, tak ada bawa-bawa PON. Kenapa BIN justru bawa-bawa PON sendiri."
Karena itu, Veronica mengultimatum, "Jadi ini BIN jangan melakukan cipta kondisi situasi konflik dengan tema baru lagi."
Sebelumnya diberitakan, BIN mengklaim mendeteksi pergerakan dari kelompok separatis Papua atau KSP yang ingin memanfaatkan PON XX di Papua untuk menciptakan instabilitas.
Wakil Kepala BIN Letnan Jenderal TNI (Purn) Teddy Lhaksmana Widya Kusuma, dalam rapat Panitia Khusus RUU Otonomi Khusus Papua di DPR, Kamis (27/5), menuding sejumlah nama yang terdeteksi akan memanfaatkan PON di Papua.
"Terdeteksi pula bahwa KSP bermaksud memanfaatkan pelaksanaan PON XX 2021 untuk ciptakan instabilitas, untuk menarik perhatian dunia. Antara lain Veronica Koman dan Benny Wenda di luar negeri," kata Teddy.
Selain lewat PON XX, Teddy mencatat berdasarkan deteksi BIN, KSP juga memanfaatkan momentum amandemen Undang-Undang tentang Otsus Papua Nomor 21 tahun 2001.
Pendukung kemerdekaan Papua, kata dia, menggunakan momentum itu untuk memassifkan berbagai aksi seperti rapat dengar pendapat Majelis Rakyat Papua (MRP), aksi unjuk rasa menyusun petisi rakyat Papua, dan rencana mogok sipil nasional.
"Dan provokasi di media sosial oleh UMLWP, kelompok front politik yang didukung oleh kelompok-kelompok klandestin, melakukan manuver politik dengan mengintervensi dan mengarahkan agenda RDP dan RDPU agar hasil evaluasi Otsus Papua merekomendasi penolakan otsus dan mendukung referendum di Papua," kata Teddy.
Teddy memaparkan, gangguan keamanan itu memang dirancang untuk menciptakan situasi mencekam, sebagai salah satu strategi menutupi penyalahgunaan dan penyelewengan dana otsus Papua.