Suara.com - Tim Advokasi Untuk Demokrasi melaporkan Polda Metro Jaya ke Ombudsman Jakarta Raya, terkait tindakan maladministrasi saat menangani massa aksi Hari Pendidikan Nasional di depan kantor Kemendikbud-Ristek beberapa waktu lalu.
Pelaporan tersebut dilakukan lantaran ada dugaan pelanggaran maladministrasi dan malprosedur terhadap massa aksi yang terdiri dari sektor buruh, mahasiswa, dan pelajar pada Senin (3/5/2021) lalu.
Fauzi selaku perwakilan YLBHI mengatakan, massa aksi telah mematuhi aturan hingga tetap mengedepankan protokol kesehatan.
Namun, aparat kepolisian melakukan pembubaran paksa, bahkan disertai penangkapan terhadap empat buruh, empat mahasiswa, dan satu pelajar.
"Tapi akhirnya teman-teman ditangkap, dibubarkan paksa. Belum sesuai dengan waktunya. Kami jam 5 sudah dibubarkan," kata Fauzi di Gedung Ombudsman, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (27/5/2021).
Fauzi melanjutkan, kepolisian dari Polda Metro Jaya diduga melakukan pelanggaran prosedur dalam penanganan aksi. Contoh kasusnya adalah tindak kekerasan yang dilakukan polisi laki-laki terhadap massa aksi perempuan.
"Ada massa aksi yang dipiting, dicekik, yakni massa aksi perempuan oleh polisi laki-laki. Jadi ini sangat tidak sesuai dengan prosedur penanganan aksi. Seharusnya harus ada polwan untuk menangani massa aksi perempuan," jelas Fauzi.
Tak sampai situ, pihak Polda Metro Jaya juga menetapkan status tersangka terhadap 9 massa aksi yang ditangkap.
Disebutkan Fauzi, pihaknya juga kesulitan dalam memberikam bantuan hukum karena tidak diberikan akses oleh polisi.
Baca Juga: Hampir Seribu Warga DKI Reaktif Covid-19 Usai Mudik Lebaran
"Kami juga tidak diberikan akses untuk memberikan bantuan hukum pada saat mendampingi massa aksi. Saat ini teman-teman masih berstatus sebagai tersangka dan dikenakan wajib lapor," beber Fauzi.