Suara.com - Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menganggap aneh terkait keputusan pimpinan KPK yang telah memecat 51 dari 75 pegawai KPK yang tidak lulus dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk menjadi aparatur sipil negara (ASN). Bahkan, Firli Bahuri Dkk dianggap telah membangkang terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Menurut Bivitri, TWK yang digelar untuk pegawai KPK untuk beralih menjadi ASN, sama sekali tidak memiliki dasar hukum. Apalagi, hasil para pegawai KPK yang tak lulus sama sekali tidak disampaikan kepada publik.
Apa penyebab-penyebab sampai akhirnya 51 pegawai KPK tidak dapat diselamatkan hingga harus disingkirkan dari lembaga antirasuah.
"TWK itu sebenarnya, selain tidak ada dasar hukumnya, tidak pernah dibuka hasilnya. Kenapa tidak memenuhi syarat dan kemudian kenapa merah sekali sehingga tidak bisa dibina, tidak ada yang tau, apa hasil sebenarnya," ungkap Bivitri kepada wartawan, Rabu (26/5/2021).
Baca Juga: Nama 51 Pegawai Dipecat Belum Diumumkan, DPR Minta KPK Transparan
Bivitri mengaku ada yang janggal dalam hasil TWK yang diduga dipakai oleh pimpinan KPK untuk menjegal sebagian pegawai KPK. Lantaran, hasilnya pun mereka-mereka yang tidak lulus sama sekali tak disampaikan kepada publik.
"Buka dulu, apa sebenarnya pertimbangan kenapa sebagian dianggap merah sampai tidak bisa dibina lagi. Saya terus terang, melihat rekam jejak mereka, rasa-rasanya enggak percaya mereka sampai separah tidak bisa dibina lagi," ungkap Bivitri.
Tapi, kata Bivitri, bila ternyata sebagian pihak salah menilai. Maka sepatutnya, pimpinan KPK mau menyampaikan apa alasan mereka tidak lulus dan tak mendapatkan pembinaan. Seperti, 24 pegawai KPK yang masih dapat mengikuti ulang TWK.
"Tapi kalaupun ternyata kita yang salah menilai orang, buka dulu hasilnya, apa justifikasinya dan bagaimana proses penilaian itu dilakukan. Sebab, ini bisa jadi awal mula suatu model saringan untuk orang-orang yang nurut dengan pemerintah," ucap Bivitri.
"Persis litsus zaman Orde Baru. Kalau ini tidak dipertanyakan, jangan kaget kalau nanti ada lagi bebersih lembaga dengan model ini," imbuhnya.
Baca Juga: Ferdinand Hutahaean ke Novel: Arahan Presiden Itu Normatif, Bukan Mutlak!
Bivitri memang tak mempungkiri TWK ada dalam sistem di Indonesia. Namun, TWK yang diselenggaran untuk pegawai KPK seperti disalahgunakan.
"TWk memang ada dalam sistem kita, tapi menurut saya TWK terhadap KPK ini disalahgunakan untuk menyaring orang dan toh TWK itu memang belum teruji sebagai metode, apalagi kl TWK nya pakai IMB," kata Bivitri.
Bivitri menegaskan pimpinan KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) harus bertanggung jawab atas hasil ini. Apalagi, kata Bivitri mereka sama saja melakukan pembangkangan terhadap Presiden Joko Widodo.
"Pimpinan KPK dan BKN sebenarnya juga sudah menunjukkan pembangkangan terhadap presiden," tegas Bivitri.
Lebih lanjut, Bivitri menyebut TWK yang diselenggarakan KPK hingga menjadi polemik pegawainnya harus dipecat. Sama saja KPK seperti melakukan perintangan penyidikan. Lantaran, kasus - kasus korupsi yang ditangani KPK akan terhambat.
"Ini obstruction of justice karena penuntasan kasus-kasus besar pasti akan terhambat. 75 itu nangani kasus-kasus besar. Yang dibina pun kan juga akan hambat kasus. Penegakan hukum itu tidak bisa dilimpah-limpahkan seperti melimpahkan tugas klerika," kata Bivitri.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyampaikan hasil rapat bersama terkait nasib 75 pegawai KPK yang tidak lulus menjadi ASN.
"Yang 51 tentu karena sudah tidak bisa dilakukan pembinaan berdasarkan penilaian asesor, tentu tidak bisa bergabung lagi dengan KPK," kata Alexander Marwata di Kantor BKN, Selasa (25/5/2021).
Sedangkan, 24 pegawai KPK yang tidak lulus akan dilakukan kembali pembinaan atau kembali melakukan tes waqasan kebangsaan (TWK).
"Terhadap 24 orang tadi nanti akan mengikuti pendidikan dan pelatihan bela negara dan wawasan kebangsaan," ucap Alex.
Alex menyebut sebagai pimpinan KPK sangat memahamj bahwa Pegawai KPK harus memiliki kualitas. Sehingga, KPK akan berusaha membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang hanya bukan memiliki aspek kemampuan. Tapi, juga aspek kecintaan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Kami sangat memahami bahwa pegawai kpk harus berkualitas karena itu kpk harus berusaha membangun sdm tidak hanya aspek kemampuan tapi juga aspek kecintaan pada tanah air bela negara dan kesetiaan pada Pancasila, UU, NKRI dan pemerintah yang sah dan bebas dari radikalisme dan organisasi terlarang" tutup Alexander