Suara.com - Koalisi Guru Besar Antikorupsi mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo agar turun langsung mengakhiri polemik 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinonaktifkan dari jabatannya setelah tidak lulus menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Perwakilan Koalisi Guru Besar Antikorupsi, Profesor Sigit Riyanto menyebut sejak awal kalangan masyarakat sipil, organisasi keagamaan, maupun akademisi telah menganalisis keabsahan tes wawasan kebangsaan yang dijadikan patokan untuk pegawai KPK lulus menjadi ASN.
Menurut Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (UGM) itu, setidaknya ada dua kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil analisis tersebut.
Pertama kata Sigit, penyelenggaraan TWK tidak berdasarkan hukum, dan berpotensi melanggar etika publik. Merujuk pada dua peraturan perundang-undangan, yakni Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN),
"Tidak ditemukan kewajiban bagi pegawai KPK untuk mengikuti TWK," ungkap Sigit dalam suratnya kepada Jokowi, Senin (24/5/2021).
Kemudian, dua regulasi juga diperkuat oleh putusan MK yang menegaskan bahwa peralihan pegawai KPK menjadi ASN tidak boleh merugikan pegawai KPK.
"Maka pelaksanaan TWK berdasarkan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 1 Tahun 2021 tidak dapat dibenarkan," ungkap Sigit.
Kedua, kata Sigit, terkait sejumlah informasi pertanyaan-pertanyaan dalam TWK yang dianggap terindikasi rasis hingga melanggar hak asasi manusia (HAM).
"Ini menunjukkan kegagalan penyelenggara dalam memahami secara utuh konsep dan cara mengukur wawasan kebangsaan," kata Sigit.
Baca Juga: Muncul Petisi Tutup PT TPL, Kembalikan Tanah ke Masyarakat Adat
Selanjutnya, kata Sigit, proses wawancara dilakukan secara tidak profesional dan cenderung tertutup. Isu ini menciptakan kecurigaan dan kritik tentang tujuan diadakannya TWK, dari berbagai kalangan yang peduli pada upaya pemberantasan korupsi. Namun, kata Sigit, kritikan yang disampaikan oleh sejumlah elemen masyarakat tidak sama sekali digubris oleh KPK.