Suara.com - Seorang pejabat dari Federasi Guru Myanmar mengatakan lebih dari 125 ribu pendidik telah diskors di negaranya karena bergabung dengan gerakan pembangkangan sipil untuk menentang kudeta militer.
Menyadur The Guardian Minggu (23/05) skorsing ini terjadi beberapa hari sebelum dimulainya tahun ajaran baru yang 'bermasalah' karena diboikot oleh beberapa guru dan orangtua sebagai kampanye demokrasi.
Pejabat federasi guru yang masuk dalam daftar buronan junta mengatakan sebanyak 125.900 guru sekolah telah diskors hingga Sabtu.
"Ini hanya pernyataan untuk mengancam orang agar kembali bekerja. Kalau mereka benar-benar memecat orang sebanyak ini, seluruh sistem akan berhenti," ujarnya.
Baca Juga: Koper Hilang, Miss Myanmar Malah Menang Best National Costume
Menurut data terbaru dari dua tahun lalu, Myanmar memiliki 430.000 guru dan sekitar 19.500 staf universitas juga telah diskors, menurut kelompok guru.
Surat kabar Global New Light of Myanmar yang dikelola pemerintah meminta para guru dan siswa untuk kembali ke sekolah dan memulai kembali sistem pendidikan.
Pendaftaran dimulai minggu depan untuk masa sekolah yang dimulai pada bulan Juni, tetapi beberapa orangtua berencana untuk tidak menyekolahkan anak-anak mereka.
“Saya tidak akan mendaftarkan putri saya karena saya tidak ingin memberinya pendidikan dari kediktatoran militer. Saya juga mengkhawatirkan keselamatannya,” kata Myint, 42 tahun.
Mahasiswa, yang berada di garis depan juga berencana memboikot kelas. “Saya akan kembali ke sekolah jika mendapatkan kembali demokrasi,” kata Lwin, 18 tahun.
Baca Juga: Koper Hilang, Ini 3 Wujud Gaun Miss Universe Myanmar yang Batal Dipamerkan
Sistem pendidikan Myanmar sudah menjadi salah satu yang termiskin di kawasan itu, dan menduduki peringkat ke-92 dari 93 negara dalam survei global tahun lalu.
Bahkan di bawah kepemimpinan Aung San Suu Kyi yang telah memperjuangkan pendidikan, pengeluarannya masih di bawah 2% dari produk domestik bruto. Itu adalah salah satu tingkat terendah di dunia, menurut angka Bank Dunia.