Suara.com - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Sigit Riyanto menyebut 75 pegawai KPK yang dinonaktifkan karena alasan tak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sarat kejanggalan. Bahkan, dia curiga tindakan penyingkiran terhadap orang-orang yang berintegritas dan berkompeten di KPK seperti cara yang dipakai pemerintah orde baru alias Orba yang dipimpin Soeharto.
Menurut Sigit, sulit diterima akal sehat seseorang yang telah lama berkecimpung di KPK dengan segala rekam jejaknya yang baik justru tiba-tiba dinyatakan tidak lulus TWK.
"Jadi ini sesuatu yang menurut saya dari segi nalar sulit diterima dan dijelaskan. Jadi tes wawasan kebangsaan itu sendiri dari segi legalitas, dari segi landasan moral, dan dari segi pertimbangan etika ada persoalan yang sangat mengkhawatirkan menurut saya," kata Sigit dalam sebuah diskusi bertajuk "Menakar Polemik TWK Pasca Pidato Presiden Jokowi", Minggu (23/5/2021).
Terlebih, kata Sigit, jika penyelanggaraan TWK itu sarat akan dugaan untuk menyingkirkan orang-orang yang dianggap tidak sejalan dengan kepentingan atau pandangan pihak-pihak yang bersebrangan dengan komitmen pemberantasan korupsi. Apalagi, 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lulus TWK itu sampai dijustifikasi atau dikaitkan dengan stigma 'kadrun' dan lain-lain.
Baca Juga: Diduga Langgar Kode Etik, ICW Desak Dewas KPK Panggil Firli Bahuri Cs
"Itu adalah ada masalah besar karena menjadi cara, dalih untuk melakukan eksekusi, bahkan persekusi. Nah praktik seperti ini saya khawatir akan mengulang atau jelmaan dulu apa yang dilakukan oleh penguasa Orde Baru dengan kebijakan litsus (penelitian khusus) dan yang lain-lain," ungkapnya.
Sementara, jika merujuk pada kompetensi, portofolio hingga track record atau rekam jejak 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lulus TWK, Sigit mengkhawatirkan ini merupakan bagian dari obstruction of justice atau sebuah upaya menghambat proses penegakan hukum dalam kasus korupsi. Meski, tidak secara langsung atau disguise obstruction of justice.
"Memang tidak secara langsung direct mengganggu proses penanganan kasus ini. Tapi dengan kebijakan, dengan segala sesuatu langkah administratif dan manajerial, serta prosedural yang dimiliki oleh pengambil kebijakan yang ada di dalam KPK saat ini, maka bisa dibaca bahwa itu adalah disguise obstruction of justice," katanya.
"Menurut saya ini yang harus kita semua, satu tentu diwaspadai, yang kedua harus kita sampaikan kepada publik untuk melakukan edukasi dan menyadarkan publik ataupun semua saja yang masih punya komitmen dan kewarasan untuk membantu transformasi di Indonesia ini menjadi lebih baik khususnya di dalam upaya pemberantasan korupsi," pungkasnya.
75 Pegawai KPK Tak Lulus TWK
Baca Juga: Ketua KPK Bakal Bahas 75 Pegawai yang Tak Lulus Tes ASN Selasa 25 Mei
Sebanyak 75 pegawai KPK dinyatakan tak lulus TWK. Total ada 1.351 pegawai yang mengikuti tes dan hanya 1.274 yang dinyatakan lulus atau memenuhi syarat.
Satu dari 75 pegawai yang dinyatakan tak lulus TWK itu disebut-sebut merupakan penyidik senior KPK Novel Baswedan. Beberapa pihak pun menanam curiga dan menilai ada upaya terselubung untuk memberangus pihak-pihak yang berintegritas tinggi.
Belakangan, Presiden Jokowi pun angkat bicara. Dia menegaskan bahwa hasil TWK tidak dapat dijadikan dasar pemberhentian mereka yang tidak lulus.
"Hasil Tes Wawasan Kebangsaan terhadap pegawai KPK hendaknya menjadi masukan untuk langkah-langkah perbaikan KPK, baik terhadap individu-individu maupun institusi KPK dan tidak serta merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes," kata Presiden Jokowi melalui tayangan Youtube Sekretariat Presiden pada Senin (17/5) lalu.