Pasca Gencatan Senjata, Korban Tewas akibat Serangan Israel Jadi 248

Sabtu, 22 Mei 2021 | 18:07 WIB
Pasca Gencatan Senjata, Korban Tewas akibat Serangan Israel Jadi 248
Roket-roket ditembakan dari Gaza oleh kelompok milisi Hamas dan dicegat oleh roket Iron Dome Israel pada 11 Mei 2021. [AFP/Mahmud Hams]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Korban tewas akibat serangan Israel di Jalur Gaza meningkat menjadi 248 korban, meskipun gencatan senjata Israel dan Hamas sudah disetujui.

Diantara ratusan korban tersebut, menyadur Anadolu Agency, Sabtu (22/5/2021) termasuk 66 anak-anak dan 39 wanita.

Kementerian Kesehatan Palestina pada hari Jumat mengungkapkan sedikitnya 1.948 orang terluka akibat serangan yang berlangsung selama kurang lebih 11 hari.

Kegiatan pencarian dan penyelamatan tim pertahanan sipil dan medis di Gaza mendapatkan momentum setelah gencatan senjata berlaku mulai pukul 02.00 waktu setempat.

Baca Juga: Anggota DPR Minta Pemerintah Tetapkan Regulasi Dana untuk Palestina

Gencatan senjata akhirnya disepakati setelah ditengahi Mesir dan genap 11 hari serangan udara Israel di Jalur Gaza.

Militer Israel telah melancarkan serangan udara di Jalur Gaza sejak 10 Mei, meninggalkan jejak kehancuran besar-besaran di seluruh wilayah pantai.

Berlindung di Sekolah

Saat serangan terjadi, ribuan warga dipaksa berlindung di sekolah Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB (UNRWA), namun kini pengungsi berharap bisa kembali ke rumah.

Salah satunya adalah keluarga Sabbag, rumah mereka di kota Beit Lahia utara di Jalur Gaza rusak parah setelah tembakan artileri dan serangan udara oleh Israel.

Baca Juga: Geger! Puluhan Orang Ngaku Dukun Santet Serang Israel Pakai Rudal Gaib

Keluarganya berteduh di salah satu sekolah UNRWA, bernama "New Gaza," dan mereka berjuang di sana tanpa kebutuhan dasar dan sekarang satu-satunya impian mereka adalah pulang ke rumah.

Kepada Anadolu Agency, Sabbag mengatakan kehidupan di sekolah seperti bencana karena kekurangan kebutuhan dasar seperti pakaian bersih, tempat tidur, air, dan listrik.

"Saya membangun rumah ini dengan menjual emas istri saya, tetapi penghuninya datang dan menguranginya menjadi puing-puing tanpa alasan. Tidak ada belas kasihan atau kemanusiaan di dalamnya," katanya, mengacu pada Israel.

Mengingat kondisi kehidupan yang parah di sekolah tersebut, dia berharap negara-negara Arab dan organisasi internasional akan mengulurkan tangan.

Di ruang kelas tepat di sebelah tempat keluarga Sabbag, tinggal seorang wanita tua, Asma Al-Asgar (82), bersama dengan putrinya, yang terpaksa meninggalkan rumah mereka karena serangan Israel.

Asgar mengatakan kehidupan di sekolah itu sulit dan kebersihan adalah salah satu masalah utama, dia bilang dia ingin pulang.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI