Covid-19 dan Krisis Lingkungan Bikin Milenial Jepang Ramai Belajar Marxisme

Jum'at, 21 Mei 2021 | 16:48 WIB
Covid-19 dan Krisis Lingkungan Bikin Milenial Jepang Ramai Belajar Marxisme
[The Guardian]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Jepang kerap digembar-gemborkan sebagai negera industrialis kapitalistik yang maju di Asia. Namun, ketika wabah covid-19 menerjang serta semakin akutnya krisis lingkungan, kaum muda negeri itu mulai berlaih ke musuh bebuyutan kapitalisme, yakni Marxisme.

Bahkan, menyadur Kyodo News, Jumat (21/5/2021), pusat jaringan toko buku Maruzen di distrik Marunouchi Tokyo telah membuka rak khusus bernama "Reviving Marx."

"Tuntutan orang-orang yang dikurung di rumah karena virus corona, mendorong mereka membaca buku-buku tentang kemanusiaan ini," jelas Nobuya Sawaki, penanggung jawab bagian Marx di toko buku Maruzen.

Sawaki mengatakan, sedikitnya 1.600 eksemplar buku-buku bertema Marxisme habis terbeli oleh konsumen yang mayoritas kaum muda, lelaki maupun perempuan, hanya dalam jangka waktu 2 bulan terakhir.

Buku Profesor Universitas Osaka, Kohei Saito, yang beraliran Marxis. [Kyodo News]
Pusat jaringan toko buku Maruzen di distrik Marunouchi Tokyo telah membuka rak khusus bernama "Reviving Marx.". [Kyodo News]

Profesor Muda Marxis

Kebangkitan animo kaum muda Jepang terhadap ajaran Karl Marx tersebut disulut oleh seorang profesor bernama Kohei Saito.

Profesor Universitas Osaka itu, menulis buku yang membahas kerusakan lingkungan Jepang sehingga memperbesar propabilitas penyebaran covid-19, dengan pendekatan Marxisme.

Kohei yang baru berusia 34 tahun, mengimplementasikan teori-teori Marx dalam Das Kapital yang terbit pada abad ke-19, untuk mendedah situasi pandemi serta kerusakan lingkungan Jepang.

Saat bukunya yang berjudul Capital in the Anthropocene terbit September 2020, karya Kohei laris manis dibeli kaum muda.

Baca Juga: Jepang Pernah Putar Lagu Indonesia Raya Tiap Hari Jauh Sebelum Digagas DIY

Dalam buku terbarunya itu, Kohei Saito mengajukan argumentasi bahwa realisasi tujuan pembangunan berkelanjutan yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa di bawah sistem kapitalisme, sama mustahilnya dengan "menggambar segitiga bundar."

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI