Suara.com - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyayangkan kasus dikeluarkannya MS (19), pelajar kelas II SMA di Kabupaten Bengkulu Tengah dari sekolahnya karena dianggap menghina Palestina di media sosial TikTok.
Komisioner KPAI bidang Pendidikan Retno Listyarti mengatakan sanksi drop out tersebut telah mencabut hak atas pendidikan MS yang secara hukum melanggar pasal 31 UUD 1945, padahal sudah berada di kelas akhir SMA.
"Dipastikan MS akan sulit diterima di sekolah manapun setelah kasusnya viral. Artinya, kemungkinan besar MS putus sekolah. Sebagai warga negara, MS terlanggar hak asasinya," kata Retno kepada wartawan, Kamis (20/5/2021).
Retno meminta Dinas Pendidikan Bengkulu untuk mengembalikan hak pendidikan MS dengan mencarikan sekolah baru atau mengembalikannya ke sekolah lama.
Baca Juga: Media Israel Ikut Wartakan Pemuda NTB yang Ditahan Karena Hina Palestina
"Dikhawatirkan setelah viral kasus video tik tok tsb, maka banyak sekolah akan menolak mutasi MS, padahal masa depan MS masih panjang," ucapnya.
Retno menyadari bahwa KPAI tidak memiliki wewenang dalam kasus ini sebab MS sudah berusia 19 tahun, tidak termasuk kelompok anak, namun KPAI berkepentingan menjaga hak pendidikan anak karena MS masih berstatus pelajar.
"Sanksi terhadap MS seharusnya bukan dikeluarkan, apalagi MS sudah meminta maaf, mengakui kesalahannya, dan menyesali perbuatannya," tegasnya.
Sebelumnya, MS (19) pelajar kelas II SMA di Kabupaten Bengkulu Tengah Provinsi Bengkulu dikeluarkan dari sekolahnya akibat tindakan ujaran kebencian menghina Palestina di media sosial TikTok-nya yang sempat viral.
Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah VIII Kabupaten Bengkulu Tengah, Adang Parlindungan di Bengkulu mengatakan keputusan yang diambil setelah pihak sekolah mengevaluasi tata tertib sekolah dan pelanggaran MS sehingga hasilnya yang bersangkutan sudah melampaui ketentuan.
Baca Juga: Siswi Dikeluarkan karena Hina Palestina, MS Terancam Ditolak Sekolah Lain
"Keputusan itu merupakan jalan keluar yang sudah disepakati bersama antara pihak sekolah, orangtua MS dan sejumlah pihak terkait yang dimediasi kepolisian dan sejumlah tokoh masyarakat," katanya, Rabu (19/5/2021).
Berdasarkan hasil rapat internal yang telah dilakukan oleh Dinas Cabdin Pendidikan Wilayah VIII Kabupaten Benteng dengan pihak sekolah, pelajar tersebut dikembalikan ke orang tuanya untuk dibina.
Selain itu, MS juga sudah membuat permintaan maaf yang disampaikan secara terbuka dan disebarluaskan lewat media sosial miliknya.
Dari keputusan rapat yang dihadiri oleh Kapolres Benteng, Wakapolres Benteng, Kasat Intel Polres Benteng, Kasat Reskrim Polres Benteng, Kepala Cabdin Pendidikan Wilayah VIII Benteng, kepala sekolah, ketua komite, FKUB, Badan Kesbangpol Benteng, Kemenag Benteng, Komisi I DPRD Benteng tersebut disepakati kasus MS dinyatakan selesai.